Kasus Bank Century
Mungkin informasi ini bisa menambah khazanah pengetahuan, sehingga menjadi lebih wise.... monggo.
VIVAnews - Bank Indonesia membantah temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan tudingan sejumlah ekonom anti pemerintah soal kontroversi penilaian dampak sistemik terkait penyelamatan Bank Century.
BPK menyebutkan bahwa Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) tidak memiliki kriteria yang terukur untuk menetapkan dampak sistemik Century. Dari aspek institusi keuangan terlihat size Century tidak signifikan dibandingkan industri perbankan nasional, yakni hanya 0,72 persen.
Kalangan ekonom seperti Kwik Kian Gie juga menilai miring BI dan KSSK yang tidak punya kriteria terukur soal ukuran sistemik. "Dalam notulensi dikatakan bahwa sistemik tidak bisa diukur. Apa betul? Ini betul-betul pernyataan disengaja atau pendapat profesor kodok?" ujar Kwik pada Kamis, 19 November 2009.
Kwik mengatakan, hanya menteri atau profesor kodok tanpa pengetahuan lapangan yang akan menyebut bahwa penutupan Century akan menyebabkan keresahan. "Entah bodoh atau pura-pura bodoh," cecar Kwik lagi.
Namun, BI yang dipojokkan menyangkal tudingan itu. BI mengaku sudah menggunakan lima aspek untuk melakukan analisis terhadap bank gagal yang ditengarai sistemik. Namun, Deputi Gubernur Senior BI, Darmin Nasution menekankan secara international best practices memang tidak pernah ditemui adanya definisi dan ukuran baku mengenai dampak sistemik di dunia ini.
Dalam mengukur sistemik, BI mengadaptasi framework MoU Uni Eropa dengan menambahkan satu aspek yaitu psikologi pasar. Ini merupakan ciri khas masyarakat Indonesia yang tidak dapat dilepaskan dari pengalaman penanganan krisis 1997/98.
"Pada 1997, penutupan 16 bank yang pangsa pasarnya hanya mencapai 2,3% dari total aset perbankan juga menyebabkan krisis perbankan," kata Darmin.
Dia menekankan penutupan 16 bank kecil itu telah menyebabkan psikologis pasar keuangan dan mengakibatkan dampak contagion terhadap bank umum lainnya sehingga menyebabkan krisis perbankan.
Penambahan aspek psikologi pasar tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa MoU Uni Eropa tidak dapat diterapkan secara serta merta di Indonesia,
karena kondisi yang berbeda.
Perbedaan yang paling menonjol adalah pada kondisi sosial politik yang relatif lebih labil dan perangkat kelembagaan (institutional setup) yang belum mapan di Indonesia dibandingkan dengan kondisi negara-negara Uni Eropa.
Dengan kondisi sedemikian, gangguan pada sektor keuangan dapat dengan
cepat menjalar ke berbagai sektor lainnya, sehingga menciptakan ketidakstabilan sosial politik yang dapat cepat mengganggu psikologi pasar dan meruntuhkan kepercayaan masyarakat.
Karena itu dalam kondisi krisis di Indonesia, masih diperlukan satu lagi aspek yaitu aspek psikologi pasar yang akan dapat menghubungkan antara analisis makro perbankan dengan analisis mikro Bank Century itu sendiri. "Jadi, BI menghubungkan empat aspek lainnya serta dampaknya kepada ketidakstabilan sosial politik yang dapat mengganggu kepercayaan masyarakat."
BPK menyebutkan bahwa Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) tidak memiliki kriteria yang terukur untuk menetapkan dampak sistemik Century. Dari aspek institusi keuangan terlihat size Century tidak signifikan dibandingkan industri perbankan nasional, yakni hanya 0,72 persen.
Kalangan ekonom seperti Kwik Kian Gie juga menilai miring BI dan KSSK yang tidak punya kriteria terukur soal ukuran sistemik. "Dalam notulensi dikatakan bahwa sistemik tidak bisa diukur. Apa betul? Ini betul-betul pernyataan disengaja atau pendapat profesor kodok?" ujar Kwik pada Kamis, 19 November 2009.
Kwik mengatakan, hanya menteri atau profesor kodok tanpa pengetahuan lapangan yang akan menyebut bahwa penutupan Century akan menyebabkan keresahan. "Entah bodoh atau pura-pura bodoh," cecar Kwik lagi.
Namun, BI yang dipojokkan menyangkal tudingan itu. BI mengaku sudah menggunakan lima aspek untuk melakukan analisis terhadap bank gagal yang ditengarai sistemik. Namun, Deputi Gubernur Senior BI, Darmin Nasution menekankan secara international best practices memang tidak pernah ditemui adanya definisi dan ukuran baku mengenai dampak sistemik di dunia ini.
Dalam mengukur sistemik, BI mengadaptasi framework MoU Uni Eropa dengan menambahkan satu aspek yaitu psikologi pasar. Ini merupakan ciri khas masyarakat Indonesia yang tidak dapat dilepaskan dari pengalaman penanganan krisis 1997/98.
"Pada 1997, penutupan 16 bank yang pangsa pasarnya hanya mencapai 2,3% dari total aset perbankan juga menyebabkan krisis perbankan," kata Darmin.
Dia menekankan penutupan 16 bank kecil itu telah menyebabkan psikologis pasar keuangan dan mengakibatkan dampak contagion terhadap bank umum lainnya sehingga menyebabkan krisis perbankan.
Penambahan aspek psikologi pasar tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa MoU Uni Eropa tidak dapat diterapkan secara serta merta di Indonesia,
karena kondisi yang berbeda.
Perbedaan yang paling menonjol adalah pada kondisi sosial politik yang relatif lebih labil dan perangkat kelembagaan (institutional setup) yang belum mapan di Indonesia dibandingkan dengan kondisi negara-negara Uni Eropa.
Dengan kondisi sedemikian, gangguan pada sektor keuangan dapat dengan
cepat menjalar ke berbagai sektor lainnya, sehingga menciptakan ketidakstabilan sosial politik yang dapat cepat mengganggu psikologi pasar dan meruntuhkan kepercayaan masyarakat.
Karena itu dalam kondisi krisis di Indonesia, masih diperlukan satu lagi aspek yaitu aspek psikologi pasar yang akan dapat menghubungkan antara analisis makro perbankan dengan analisis mikro Bank Century itu sendiri. "Jadi, BI menghubungkan empat aspek lainnya serta dampaknya kepada ketidakstabilan sosial politik yang dapat mengganggu kepercayaan masyarakat."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
DITUNGGU KOMENTAR ANDA DISINI