SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH PUASA
WACHIDIN DAN SRI M
Bahwa sesusah dan semiskin apapun anda pasti ada solusinya. Saya berikan gratis kepada anda surat pribadi dari saya bagaimana kurang dari 1 tahun kehidupan anda berubah 180 derajat secepat-cepatnya, seajaib-ajaibnya atau apakah namanya, bagaimana anda di jamin sukses dunia akherat, ini fakta berdasarkan pengalaman kami sendiri. Insya Allah...Saya akan membagikan secara gratis pengalaman kami seorang anak buruh tani miskin, mempunyai aset ratusan juta hanya kurang dari 1 tahun. Selengkapnya
Selasa, 18 Agustus 2009
Kesempatan Berubah di Bulan Ramadhan
Belajar Islam Manajemen Qolbu
Ditulis oleh Ibnu Munzir on Kamis, 13 Agustus 2009 21:09 Dibaca : 376 kali
Ramadhan hampir tiba, tak terasa waktu berjalan dan berlalu hampir setahun dari ramadhan yang lalu. Bulan yang selalu ditunggu-tunggu karena kemulian dan keutamaannya. Bagaimana tidak? Bulan ini adalah bulan pengampunan dan rahmat serta dimudahkan beramal sholih padanya. Simak saja sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam:
إِذَا دَخَلَ شَهْرُ رَمَضَانَ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ السَّمَاءِ - وَفِيْ رِوَايَةٍ : أَبْوَابُ الْجَنَّةِ- وَفِيْ رِوَايَةٍ: أَبْوَابُ الرَّحْمَةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ جَهَنَّمَ وَسُلْسِلَتْ الشَّيَاطِينُApabila masuk bulan Ramadhan maka dibukalah pintu langit –dalam satu riwayat dikatakan: pintu syurga dan dalam riwayat lainnya: pintu-pintu rahmat.- ditutup pintu-pintu jahannam dan para syaitan dibelenggu. (HR al-Bukhori dan Muslim)Hal ini ada sejak awal ramadhan sebagaimana dijelaskan dalam hadits riwayat ibnu majah yang berbunyi:
إِذَا كَانَتْ أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ صُفِّدَتْ الشَّيَاطِينُ وَمَرَدَةُ الْجِنِّ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ جَهَنَّمَA
pabila masuk awal malam dari bulan ramadhan maka para syeitan dan jin jahat dibelenggu dan ditutup pintu neraka jahannam. Demikian juga sabda beliau
:مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ
ذَنْبِهِ وَمَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Siapa yang menghidupkan malam qadar dalam keadaan iman dan mencari pahala maka Allah ampuni dosanya yang telah lalu dan siapa yang berpuasa dalam keadaan iman dan mencari pahala maka Allah ampuni dosanya yang telah lalu. (HR al-Bukhori)Kalau demikian hendaknya kita jadikan bulan ramadhan ini sebagai kesempatan untuk melihat keadaan kita dan berfikir tentang realita yang ada, agar kita dapat introspeksi dan memperbaiki yang telah rusak dan menerapi yang sakit.Jadikanlah bulan ini sebagai awal menuju kebaikan di masa mendatang dan titik tolak perubahan dari yang ada menuju yang lebih baik dan sempurna.Seandainya setiap orang merenungi dirinya dan memperhatikan kehidupan dan kondisinya, tentulah ia mendapatkan dirinya memiliki banyak pikiran dan sifat-sifat individu serta perilaku tertentu.Pertanyaan yang wajib disampaikan kepada diri kita adalah:Apakah kita ridho dengan keadaan kita sekarang ini ataukah tidak?Apakah ia menganggap telah mencapai keadaan yang lebih baik dan sempurna atau malahan dalam keadaan lemah dan jauh dari kesempurnaan?Apakah semua fikiran, sifat dan prilaku yang telah kita lakukan adalah sesuatu yang tidak bisa berubah dan sudah menjadi qudratnya ataukah kita sebagai manusia memiliki usaha dan ikhtiar dalam merubahnya?Pertanyaan-pertanyaan seperti ini terpendam di dalam jiwa kita untuk dicarikan kesempatan untuk dibedah dan diintrospeksi serta direnungkan. Hal ini sangat dibutuhkan seseorang untuk maju dan berkembang kearah kebaikan, namun ironisnya kebanyakan orang tidak mau memberikan waktunya untuk merenung dan mengintrospeksi dirinya tersebut, karena dua hal:
Tenggelam dalam kesibukan mencari kehidupan.
Perenungan ini menuntut adanya kesiapan dan ketetapan perubahan yang banyak tidak diinginkan orang.
Upaya muhasabah (introspeksi diri) sangat dianjurkan dalam syariat Islam agar kita tidak tenggelam dalam kehidupan materi dan sibuk dengan kehidupan yang tiada batas. Anjuran ini diungkapkan khalifah Umar bin al-Khath-thab dalam pernyataan beliau: "Muhasabahlah terhadap dirimu sebelum kamu dihisab dan timbang-timbanglah sebelum kamu ditimbang."Demikian juga ungkapan kholifah Ali bin Abi Thalib: "Alangkah perlunya seorang memiliki satu saat yang tidak disibukkan dengan kesibukan (selain) untuk introspeksi diri. Ia melihat apa yang dilakukannya berupa kebaikan dan keburukan di waktu siang dan malamnya."Sebenarnya introspeksi diri ini memberikan kesempatan kepada kita untuk mengetahui kesalahan dan titik kelemahan kita, lalu dapat mendorong kita menjadi lebih baik lagi. Hal ini disampaikan khalifah Ali bin Abi Thalib: hasil dari introspeksi diri adalah perbaikan diri.Nah, tidak ada satu bulan yang menandingi ramadhan dalam masalah ini. Ramadhan adalah bulan terbaik dan pas untuk melakukan muhasabah. Bayangkan, di bulan yang mulia ini kita dilarang makan dan minum serta syahwat lainnya yang biasa kita lakukan keseharian. Hal-hal ini tentunya dapat menumbuhkan kesadaran dan memberikan kesempatan untuk perbaikan diri.Demikian juga ibadah-ibadah yang ada pada bulan ini, seperti sholat malam adalah kesempatan untuk mendekat kepada Allah, membaca al-Qur`an yang dianjurkan dibulan ini akan membantu terciptanya suasana kondusif untuk perbaikan diri kita. Tapi hal ini bisa ada kalau dilakukan dengan tadabbur dalam membacanya dan memperhatikan isi kandungannya serta komitmen dengan perintah dan larangannya. Sehingga ketika membaca ia senantiasa mempertanyakan keadaannya dari kandungan ayat yang dibacanya.Banyaknya berdoa dan ibadah di bulan ini tentunya memberikan pembinaan dan pendidikan ruhiyah kepada diri kita. Harapannya dengan melaksanakan amalan ibadah di bulan mulia ini kita semua bisa berubah menjadi lebih baik dan mendapatkan ampunan ilahi.Marilah kita gunakan kesempatan emas ini untuk mencapai kesuksesan dunia dan akherat.
Siapa yang mau?
***
Sumber: Artikel majalah el-Fata terbaru Agustus 2009, diberikan oleh ustadz Kholid Syamhudi, Lc.
Belajar Islam Manajemen Qolbu
Ditulis oleh Ibnu Munzir on Kamis, 13 Agustus 2009 21:09 Dibaca : 376 kali
Ramadhan hampir tiba, tak terasa waktu berjalan dan berlalu hampir setahun dari ramadhan yang lalu. Bulan yang selalu ditunggu-tunggu karena kemulian dan keutamaannya. Bagaimana tidak? Bulan ini adalah bulan pengampunan dan rahmat serta dimudahkan beramal sholih padanya. Simak saja sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam:
إِذَا دَخَلَ شَهْرُ رَمَضَانَ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ السَّمَاءِ - وَفِيْ رِوَايَةٍ : أَبْوَابُ الْجَنَّةِ- وَفِيْ رِوَايَةٍ: أَبْوَابُ الرَّحْمَةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ جَهَنَّمَ وَسُلْسِلَتْ الشَّيَاطِينُApabila masuk bulan Ramadhan maka dibukalah pintu langit –dalam satu riwayat dikatakan: pintu syurga dan dalam riwayat lainnya: pintu-pintu rahmat.- ditutup pintu-pintu jahannam dan para syaitan dibelenggu. (HR al-Bukhori dan Muslim)Hal ini ada sejak awal ramadhan sebagaimana dijelaskan dalam hadits riwayat ibnu majah yang berbunyi:
إِذَا كَانَتْ أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ صُفِّدَتْ الشَّيَاطِينُ وَمَرَدَةُ الْجِنِّ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ جَهَنَّمَA
pabila masuk awal malam dari bulan ramadhan maka para syeitan dan jin jahat dibelenggu dan ditutup pintu neraka jahannam. Demikian juga sabda beliau
:مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ
ذَنْبِهِ وَمَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Siapa yang menghidupkan malam qadar dalam keadaan iman dan mencari pahala maka Allah ampuni dosanya yang telah lalu dan siapa yang berpuasa dalam keadaan iman dan mencari pahala maka Allah ampuni dosanya yang telah lalu. (HR al-Bukhori)Kalau demikian hendaknya kita jadikan bulan ramadhan ini sebagai kesempatan untuk melihat keadaan kita dan berfikir tentang realita yang ada, agar kita dapat introspeksi dan memperbaiki yang telah rusak dan menerapi yang sakit.Jadikanlah bulan ini sebagai awal menuju kebaikan di masa mendatang dan titik tolak perubahan dari yang ada menuju yang lebih baik dan sempurna.Seandainya setiap orang merenungi dirinya dan memperhatikan kehidupan dan kondisinya, tentulah ia mendapatkan dirinya memiliki banyak pikiran dan sifat-sifat individu serta perilaku tertentu.Pertanyaan yang wajib disampaikan kepada diri kita adalah:Apakah kita ridho dengan keadaan kita sekarang ini ataukah tidak?Apakah ia menganggap telah mencapai keadaan yang lebih baik dan sempurna atau malahan dalam keadaan lemah dan jauh dari kesempurnaan?Apakah semua fikiran, sifat dan prilaku yang telah kita lakukan adalah sesuatu yang tidak bisa berubah dan sudah menjadi qudratnya ataukah kita sebagai manusia memiliki usaha dan ikhtiar dalam merubahnya?Pertanyaan-pertanyaan seperti ini terpendam di dalam jiwa kita untuk dicarikan kesempatan untuk dibedah dan diintrospeksi serta direnungkan. Hal ini sangat dibutuhkan seseorang untuk maju dan berkembang kearah kebaikan, namun ironisnya kebanyakan orang tidak mau memberikan waktunya untuk merenung dan mengintrospeksi dirinya tersebut, karena dua hal:
Tenggelam dalam kesibukan mencari kehidupan.
Perenungan ini menuntut adanya kesiapan dan ketetapan perubahan yang banyak tidak diinginkan orang.
Upaya muhasabah (introspeksi diri) sangat dianjurkan dalam syariat Islam agar kita tidak tenggelam dalam kehidupan materi dan sibuk dengan kehidupan yang tiada batas. Anjuran ini diungkapkan khalifah Umar bin al-Khath-thab dalam pernyataan beliau: "Muhasabahlah terhadap dirimu sebelum kamu dihisab dan timbang-timbanglah sebelum kamu ditimbang."Demikian juga ungkapan kholifah Ali bin Abi Thalib: "Alangkah perlunya seorang memiliki satu saat yang tidak disibukkan dengan kesibukan (selain) untuk introspeksi diri. Ia melihat apa yang dilakukannya berupa kebaikan dan keburukan di waktu siang dan malamnya."Sebenarnya introspeksi diri ini memberikan kesempatan kepada kita untuk mengetahui kesalahan dan titik kelemahan kita, lalu dapat mendorong kita menjadi lebih baik lagi. Hal ini disampaikan khalifah Ali bin Abi Thalib: hasil dari introspeksi diri adalah perbaikan diri.Nah, tidak ada satu bulan yang menandingi ramadhan dalam masalah ini. Ramadhan adalah bulan terbaik dan pas untuk melakukan muhasabah. Bayangkan, di bulan yang mulia ini kita dilarang makan dan minum serta syahwat lainnya yang biasa kita lakukan keseharian. Hal-hal ini tentunya dapat menumbuhkan kesadaran dan memberikan kesempatan untuk perbaikan diri.Demikian juga ibadah-ibadah yang ada pada bulan ini, seperti sholat malam adalah kesempatan untuk mendekat kepada Allah, membaca al-Qur`an yang dianjurkan dibulan ini akan membantu terciptanya suasana kondusif untuk perbaikan diri kita. Tapi hal ini bisa ada kalau dilakukan dengan tadabbur dalam membacanya dan memperhatikan isi kandungannya serta komitmen dengan perintah dan larangannya. Sehingga ketika membaca ia senantiasa mempertanyakan keadaannya dari kandungan ayat yang dibacanya.Banyaknya berdoa dan ibadah di bulan ini tentunya memberikan pembinaan dan pendidikan ruhiyah kepada diri kita. Harapannya dengan melaksanakan amalan ibadah di bulan mulia ini kita semua bisa berubah menjadi lebih baik dan mendapatkan ampunan ilahi.Marilah kita gunakan kesempatan emas ini untuk mencapai kesuksesan dunia dan akherat.
Siapa yang mau?
***
Sumber: Artikel majalah el-Fata terbaru Agustus 2009, diberikan oleh ustadz Kholid Syamhudi, Lc.
Label:
dakwah
PRINSIP JUAL BELI DALAM AJARAN ISLAM
Prinsip Jual Beli dalam Ajaran Islam
diambil dari www.pengusahamuslim.com
Fatwa dan Nasehat Agama Hukum - Hukum Perdagangan
Ditulis oleh Ibnu Munzir on Kamis, 16 Juli 2009 21:01 Dibaca : 1186 kali
Saudaraku! Kita adalah penduduk Indonesia yang bermazhabkan dengan mazhab Imam As Syafi'i, maka sudah sepantasnyalah untuk mengamalkan petuah beliau...
مَنْ أَرَادَ الدُّنْيَا فَعَلَيهِ بِالعِلْمِ، وَمَنْ أَرَادَ الآخِرَةَ فَعَلَيهِ بِالعِلْمِ
"Barang siapa yang menginginkan keuntungan di dunia, maka hendaknya ia berilmu dan barang siapa yang menginginkan keuntungan akhirat, maka hendaknya ia juga berilmu."Petuah yang begitu indah dan layak untuk dituliskan dengan tinta emas. Betapa tidak, apalah yang akan menimpa kita bila kita beramal, baik urusan agama atau dunia tanpa dasar ilmu yang cukup.Bila kita beramal dalam urusan agama tanpa dasar ilmu, maka tak ayal lagi kita akan terjerumus ke dalam amalan bid'ah. Dan bila dalam urusan dunia, niscaya kita terjerumus dalam perbuatan haram, atau kebinasaan.Jauh-jauh hari Khalifah Umar bin Khattab radhiallahu 'anhu telah berpesan kepada kaum muslimin secara umum:
اَ يَتَّجِرُ فِي سُوْقِنَا إِلاَّ مَنْ فَقُهَ وَإِلاَّ أَكَلَ الرِّبَا. ذكره ابن عبد البر بهذا اللفظ.ورواه مالك والترمذي بلفظ: لاَ يَبِعْ فِي سُوْقِنَا إِلاَّ مَنْ قَدْ تَفَقَّهَ فِي الدِّينِ. حسنه الألباني
"Hendaknya tidaklah berdagang di pasar kita selain orang yang telah faham (berilmu), bila tidak, niscaya ia akan memakan riba." (Ucapan beliau dengan teks demikian ini dinukilkan oleh Ibnu Abdil Bar Al Maliky)Dan ucapan beliau ini diriwayatkan oleh Imam Malik dan juga Imam At Tirmizy dengan teks yang sedikit berbeda: "Hendaknya tidaklah berdagang di pasar kita selain orang yang telah memiliki bekal ilmu agama." (Riwayat ini dihasankan oleh Al Albany)Imam Al Qurthuby Al Maliky menjelaskan: "Orang yang bodoh tentang hukum perniagaan,–walaupun perbuatannya tidak dihalangi- maka tidak pantas untuk diberi kepercayaan sepenuhnya dalam mengelola harta bendanya. Yang demikian ini dikarenakan ia tidak dapat membedakan perniagaan terlarang dari yang dibenarkan, transaksi halal dari yang haram. Sebagaimana ia juga dikawatirkan akan melakukan praktek riba dan transaksi haram lainnya. Hal ini juga berlaku pada orang kafir yang tinggal di negri Islam." (Ahkaamul Qur'an oleh Imam Al Qurthuby Al Maaliky 5/29)1. HUKUM ASAL SETIAP TRANSAKSI ADALAH HALALHubungan interaksi antara sesama manusia, baik yang tunduk kepada syari'at atau yang keluar dari ketaatan kepadanya tidak terbatas. Setiap masa dan daerah terjadi berbagai bentuk dan model interaksi sesama mereka yang berbeda dengan bentuk interaksi pada masa dan daerah lainnya. Oleh karena bukan suatu hal bijak bila hubungan interaksi sesama mereka dikekang dan dibatasi dalam bentuk tertentu. Karena itulah dalam syari'at Islam tidak pernah ada dalil yang membatasi model interaksi sesama mereka. Ini adalah suatu hal yang amat jelas dan diketahui oleh setiap orang yang memahami syari'at islam, walau hanya sedikit. Sebagai salah satu buktinya, dalam ilmu fiqih dikenal suatu kaedah besar yang berbunyi:
الأصل في الأشياء الإباحة، حتى يدل الدليل على التحريم
"Hukum asal dalam segala hal adalah boleh, hingga ada dalil yang menunjukkan akan keharamannya."Kaedah ini didukung oleh banyak dalil dalam Al Qur'an dan As Sunnah, diantaranya adalah firman Allah Ta'ala:
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعاً
"Dialah yang menciptakan untuk kamu segala yang ada di bumi seluruhnya." (Qs, Al-Baqarah 29)Dan juga sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
أنتم أعلم بأمر دنياكم. رواه مسلم
"Kalian lebih mengetahui tentang urusan dunia kalian." (Riwayat Muslim)Adapun yang berkaitan dengan peniagaan secara khusus, maka Allah Ta'ala telah berfirman:
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبا
"Padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba." (Qs. Al Baqarah 275)Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga telah bersabda:
إذا تبايع الرجلان فكل واحد منهما بالخيار ما لم يتفرقا وكانا جميعا
"Bila dua orang telah berjaul-beli, maka masing-masing dari keduanya memiliki hak pilih, selama keduanya belum berpisah dan mereka masih bersama-sama (satu majlis)." (Riwayat Al Bukhary no: 4917, dan Muslim no: 1531, dari hadits riwayat Ibnu Umar radhiallahu 'anhu)
عن رافع بن خديج قال: قيل يا رسول الله! أي الكسب أطيب؟ قال: عمل الرجل بيده وكل بيع مبرور. رواه أحمد والطبراني والحاكم وصححه الألباني
"Dari sahabat Rafi' bin Khadij ia menuturkan: "Dikatakan (kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam) Wahai Rasulullah! Penghasilan apakah yang paling baik? Beliau menjawab: "Hasil pekerjaan seseorang dangan tangannya sendiri, dan setiap perniagaan yang baik." (Riwayat Ahmad, At Thabrany, Al Hakim, dan dishahihkan oleh Syeikh Al Albany. Hadits-hadits yang semakna dengan ini banyak sekali.)Para ulama' juga telah menyepakati bahwa perniagaan adalah pekerjaan yang dibolehkan, dan kesepakatan ini telah menjadi suatu bagian dari syari'at Islam yang telah diketahui oleh setiap orang. Sebagai salah satu buktinya, setiap ulama' yang menuliskan kitab fiqih, atau kitab hadits, mereka senantiasa mengkhususkan satu bab untuk membahas berbagai permasalahan yang terkait dengan perniagaan.Berangkat dari dalil-dalil ini, para ulama' menyatakan bahwa hukum asal setiap perniagaan adalah boleh, selama tidak menyelisihi syari'at.2. SEBAB-SEBAB DIHARAMKANNYA SUATU PERNIAGAANBila telah dipahami bahwa hukum asal setiap perniagaan adalah halal, maka hal yang semestinya dikenali ialah hal-hal yang menjadikan suatu perniagaan diharamkan dalam Islam. Karena hal-hal yang menyebabkan suatu transaksi dilarang sedikit jumlahnya, berbeda halnya dengan perniagaan yang dibolehkan, jumlahnya tidak terbatas.Imam Ibnu Rusyud Al Maliky berkata: "Bila engkau meneliti berbagai sebab yang karenanya suatu perniagaan dilarang dalam syari'at, dan sebab-sebab itu berlaku pada seluruh jenis perniagaan, niscaya engkau dapatkan sebab-sebab itu terangkaum dalam empat hal:Barang yang menjadi obyek perniagaan adalah barang yang diharamkan.
Adanya unsur riba.
Adanya ketidak jelasan (gharar).
Adanya persyaratan yang memancing timbulnya dua hal di atas (riba dan gharar).
Inilah hal-hal paling utama yang menjadikan suatu perniagaan terlarang." (Bidayatul Mujtahid 2/102) Perincian dari keempat faktor di atas membutuhkan penjelasan yang panjang dan lebar, sehingga pembahasannyapun membutuhkan waktu yang lebih luas.Keempat faktor yang disebutkan oleh imam Ibnu Rusyud di atas, adalah faktor penyebab terlarangnya suatu perniagaan dan yang terdapat pada rangkaian perniagaan tersebut.Masih ada faktor-faktor lain yang menjadikan suatu perniagaan dilarang, akan tetapi faktor-faktor tersebut merupakan faktor luar. Diantara faktor-faktor tersebut ialah:1. Waktu.Dilarang bagi seorang muslim untuk mengadakan akap perniagaan setelah muazzin mengumandangkan azan kedua pada hari jum'at. Ketentuan ini berdasarkan firman Allah Ta'ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِي لِلصَّلَاةِ مِن يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." (Qs. Al Jum'ah: 9)2. Penipuan.Telah diketahui bersama bahwa penipuan diharamkan Allah, dalam segala hal. Dan bila penipuan terjadi pada akad perniagaan, maka tindakan ini menjadikan perniagan tersebut diharamkan:
البيعان بالخيار ما لم يتفرقا، فإن صدقا وبينا بورك لهما في بيعهما، وإن كذبا وكتما محقت بركة بيعهما. متفق عليه
"Kedua orang yang saling berniaga memiliki hak pilih (khiyar) selama keduanya belum berpisah, dan bila keduanya berlaku jujur dan menjelaskan, maka akan diberkahi untuk mereka penjualannya, dan bila mereka berlaku dusta dan saling menutup-nutupi, niscaya akan dihapuskan keberkahan penjualannya." (Muttafaqun 'alaih)
Pada hadits lain Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menegaskan:من غشنا فليس منا"Barang siapa yang menipu kami, maka ia tidak termasuk golongan kami." (Riwayat Muslim)3. Merugikan orang lain.
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه و سلم: لا تحاسدوا ولا تناجشوا ولا تباغضوا ولا تدابروا ولا يبع بعضكم على بيع بعض وكونوا عباد الله إخوانا، المسلم أخو المسلم لا يظلمه ولا يخذله ولا يحقره. متفق عليه
"Dari sahabat Abu Hurairah radhiallahu 'anhu ia menuturkan: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Janganlah engkau saling hasad, janganlah saling menaikkan penawaran barang (padahal tidak ingin membelinya), janganlah saling membenci, janganlah saling merencanakan kejelekan, janganlah sebagian dariu kalian melangkahi pembelian sebagian lainnya, dan jadilah hamba-hamba Allah yang saling bersaudara. Seorang muslim adalah saudara orang muslim lainnya, tidaklah ia menzhalimi saudaranyanya, dan tidaklah ia membiarkannya dianiaya orang lain, dan tidaklah ia menghinanya." (Muttafaqun 'alaih)Diantara bentuk-bentuk perniagaan yang merugikan orang lain ialah:a. Menimbun barang dagangan.Diantara bentuk penerapan terhadap prinsip ini ialah diharamkannya menimbun barang kebutuhan masyarakat banyak, sebagaimana disabdakan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
من احتكر فهو خاطئ. رواه مسلم وغيره.
"Barang siapa yang menimbun maka ia telah berbuat dosa." (Riwayat Muslim)b. Melangkahi penawaran atau penjualan sesama muslim.
لا تلقوا الركبان ولا يبع بعضكم على بيع بعض ولا تناجشوا ولا يبع حاضر لباد. رواه البخاري ومسلم
"Janganlah kamu menghadang orang-orang kampung yang membawa barang dagangannya (ke pasar), dan janganlah sebagian dari kamu melangkahi penjualan sebagian yang lain, dan jangalan kamu saling menaikkan tawaran suatu barang (tanpa niat untuk membelinya), dan janganlah orang kota menjualkan barang dagangan milik orang kampung." (Riwayat Bukhary dan Muslim)c. Percaloan.
عن جابر بن عبد الله رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : لا يبع حاضر لباد دعوا الناس يرزق الله بعضهم من بعض. رواه مسلم
"Dari sahabat Jabir bin Abdillah radhiallahu 'anhu ia menuturkan: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Janganlah orang kota menjualkan barang-barang milik orang kampung, biarkanlah masyarakat, sebagian diberi rizki oleh Allah dari sebagian lainnya." (Riwayat Muslim)3. JENIS-JENIS AKAD DAN BERBAGAI KONSEKUENSI HUKUMNYADiantara hal prinsip yang seyogyanya diketahui oleh setiap pengusaha atau calon pengusaha ialah mengenali macam-macam akad dan konsekwensi hukumnya masing-masing. Hal ini penting untuk diketahui dan senantiasa diperhatikan, sebab menurut pengalaman pribadi saya, dengan menguasainya pembagian akad dan konsekwensi masing-masing, memudahkan kita dalam memahami berbagai hukum syariat terkait dengannya. [Pembagian macam-macam akad ini saya sarikan dari beberapa referensi berikut: Qawaidh Ibnu Rajab Al Hambaly 1/375, kaedah ke-52, & 2/418, kaedah ke-105, Al Muwafaqat oleh As Syathiby 3/199, As Syarhul Mumti' oleh Syeikh Ibnu Utsaimin 8/278, 9/120, 127-129, Ad Dirasyat As Syar'iyah li Ahammil uqud Al Maliyyah Al Mustahdatsah, oleh Dr. Muhammad Musthofa As Syinqity 1/73-89]A. Pembagian akad ditinjau dari tujuannya.Bila kita memperhatikan tujuan atau maksud berbagai akad yang terjadi antara dua orang atau lebih, maka kita dapat membagi berbagai akad tersebut menjadi tiga macam:Pertama: Akad yang bertujuan untuk mencari keuntungan materi, sehingga setiap orang yang menjalankan akad ini senantiasa sadar dan menyadari bahwa lawan akadnya sedang berusaha mendapatkan keuntungan dari akad yang ia jalin. Pada akad ini biasanya terjadi suatu proses yang disebut dengan tawar-menawar. Sehingga setiap orang tidak akan menyesal atau terkejut bila dikemudian hari ia mengetahui bahwa lawan akadnya berhasil memperoleh keuntungan dari akad yang telah terjalin dengannya. Contoh nyata dari akad macam ini ialah akad jual-beli, sewa-menyewa, syarikat dagang, penggarapan tanah (musaqaah), dll. Syari'at Islam pada prinsipnya membenarkan bagi siapa saja untuk mencari keuntungan melalui akad macam ini. Kedua: Akad yang bertujuan untuk memberikan perhargaan, pertolongan, jasa baik atau uluran tangan kepada orang lain. Dengan kata lain, akad-akad yang bertujuan mencari keuntungan non materi. Biasanya yang menjalin akad macam ini ialah orang yang sedang membutuhkan bantuan atau sedang terjepit oleh suatu masalah. Oleh karena itu, orang yang menjalankan akad ini tidak rela bila ada orang yang menggunakan kesempatan dalam kesempitannya ini, guna mengeruk keuntungan dari bantuan yang ia berikan. Contoh nyata dari akad macam ini ialah: akad hutang-piutang, penitipan [1], peminjaman, shadaqah, hadiyah, pernikahan, dll.Karena tujuan asal dari akad jenis ini demikian adanya, maka syari'at Islam tidak membenarkan bagi siapapun untuk mengeruk keuntungan darinya.
يَمْحَقُ اللّهُ الْرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ وَاللّهُ لاَ يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ
"Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa." (Qs. Al-Baqarah: 276)Pada ayat ini Allah Ta'ala mengancam para pemakan riba dan kemudian dilanjutkan dengan menyebutkan ganjaran yang akan diterima oleh orang yang bersedekah. Ini adalah isyarat bagi kita bahwa praktek riba adalah lawan dari shadaqah. Isyarat ini menjadi semakin kuat bila kita mencermati ayat-ayat selanjunya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ وَذَرُواْ مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ . فَإِن لَّمْ تَفْعَلُواْ فَأْذَنُواْ بِحَرْبٍ مِّنَ اللّهِ وَرَسُولِهِ وَإِن تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُؤُوسُ أَمْوَالِكُمْ لاَ تَظْلِمُونَ وَلاَ تُظْلَمُونَ . وَإِن كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَى مَيْسَرَةٍ وَأَن تَصَدَّقُواْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasulnya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. Dan jika (orang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui." (Qs. Al-Baqarah: 278-280)
Oleh karena itu dinyatakan dalam satu kaidah yang sangat masyhur dalam ilmu fiqih:كل قرض جر نفعا فهو ربا"Setiap piutang yang mendatangkan keuntungan, maka itu adalah riba." (Baca Al Muhazzab oleh As Syairazy 1/304, Al Mughny oleh Ibnu Qudamah 4/211&213, As Syarhul Mumti' 9/108-109 dll)Ketiga: Akad yang berfungsi sebagai jaminan atas hak yang terhutang. Dengan demikian, akad ini biasanya diadakan pada akad hutang-piutang, sehingga tidak dibenarkan bagi pemberi piutang (kreditur) untuk mengambil keuntungan dari barang yang dijaminkan kepadanya. Bila kreditur mendapatkan manfaat atau keuntungan dari piutang yang ia berikan, maka ia telah memakan riba, sebagaimana ditegaskan pada kaidah ilmu fiqih di atas. Ditambah lagi, harta beserta seluruh pemanfaatannya adalah hak pemiliknya, dan tidak ada seseorangpun yang berhak untuk menggunakannya tanpa seizin dan kerelaan dari pemiliknya.
لا يحل مال امرئ مسلم إلا بطيب نفس منه. رواه أحمد والدارقطني والبيهقي، وصححه الحافظ والألباني
"Tidaklah halal harta seorang muslim kecuali dengan dasar kerelaan jiwa darinya." (Riwayat Ahmad, Ad Daraquthny, Al Baihaqy dam dishahihkan oleh Al Hafizh Ibnu Hajar dan Al Albany)Dikecualikan dari keumuman hukum ini, bila keuntungan tersebut dipersyaratkan ketika akad jual beli atau sewa-menyewa atau akad serupa dengan keduanya [2] yang dilakukan dengan pembayaran dihutang. (Baca Majmu' Fatwa Al Lajnah Ad Daimah 14/176-177, fatwa no: 20244)Misalnya: Bila A menjual mobil kepada B seharga Rp 50.000.000,- dan dibayarkan setelah satu tahun, dengan jaminan sebuah rumah. Dan ketika akad penjualan sedang berlangsung, A mensyaratkan agar ia menempati rumah tersebut selama satu tahun hingga tempo pembayaran tiba, dan B menyetujui persyaratan tersebut, maka A dibenarkan untuk menempati rumah milik B yang digadaikan tersebut. Karena dengan cara seperti ini, sebenarnya A telah menjual mobilnya dengan harga Rp 50.000.000,- ditambah ongkos sewa rumah tersebut selama satu tahun.Adapun bila akad penjualan telah selesai ditandatangani, maka tidak dibenarkan bagi A untuk menempati rumah tersebut, baik seizin B atau tanpa seizin darinya, sebab bila ia memanfaatkan rumah tersebut, berarti ia telah mendapat keuntungan dari piutang dan itu adalah riba, sebagaimana ditegaskan pada kaedah ilmu fiqih di atas.Diantara akad yang tergolong kedalam kelompok ini ialah akad pegadaian (rahnu), jaminan (kafalah), persaksian (syahadah) dll.Manfaat mengetahui pembagian akad ditinjau dari tujuannya.Dengan memahami pembagian akad ditinjau dari tujuannya semacam ini, kita dapat memahami alasan dan hikmah diharamkannya riba. Sebagaimana kita dapat memahami hikmah pembedaan antara riba dengan akad jual-beli:
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لاَ يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُواْ إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
"Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba." (Qs. Al Baqarah: 275)Diantara faedah mengetahui pembagian akad ditinjau dari tujuannya semacam ini, akan nampak disaat terjadi perselisihan yang diakibatan oleh adanya cacat pada barang yang menjadi obyek suatu akad. Karena adanya cacat pada obyek tersebut akan sangat berpengaruh pada proses akad jenis pertama. Tetapi keberadaan cacat tersebut tidak memiliki pengaruh apapun pada akad jenis kedua dan ketiga.B. Pembagian akad ditinjau dari konsekuensinya.Akad sesama manusia bila ditinjau dari sifat dasar akad tersebut, maka kita dapat mengelompokkannya menjadi dua kelompok besar:Pertama: Akad yang mengikat kedua belah pihak.Maksud kata "mengikat" disini ialah bila suatu akad telah selesai dijalankan dengan segala persyaratannya, maka konsekwensi akad tersebut sepenuhnya harus dipatuhi dan siapapun tidak berhak untuk membatalkan akad tersebut tanpa kerelaan dari pihak kedua, kecuali bila terjadi cacat pada barang yang menjadi obyek akad tersebut.Diantara contoh akad jenis ini ialah akad jual-beli, sewa-menyewa, pernikahan, dllKedua: Akad yang mengikat salah satu pihak saja, sehingga pihak pertama tidak berhak untuk membatalkan akad ini tanpa izin dan kerelaan pihak kedua, akan tetapi pihak kedua berhak untuk membatalkan akad ini kapanpun ia suka.Diantara contoh akad jenis ini ialah: Akad pergadaian (agunan). Pada akad ini pihak pemberi hutang berhak mengembalikan agunan yang ia terima kapanpun ia suka, sedangkan pihak penerima hutang sekaligus pemilik barang yang dijadikan agunan/digadaikan tidak berhak untuk membatalkan pegadaian ini tanpa seizin dari pihak pemberi piutang. Ketiga: Akad yang tidak mengikat kedua belah pihak. Maksudnya masing-masing pihak berhak untuk membatalkan akad ini kapanpun ia suka dan walaupun tanpa seizin dari pihak kedua, dan walaupun tanpa ada cacat pada obyek akad tersebut.Diantara contoh akad jenis ini ialah: akad syarikat dagang, mudharabah (bagi hasil) penitipan, peminjaman, wasiat, dll. Manfaat mengetahui pembagian akad ditinjau dari konsekwensinya.Dengan mengetahui pembagian macam-macam akad ditinjau dari sisi ini, kita dapat mengetahui hukum berbagai persengketaan yang sering terjadi di masyarakat karena perselisihan tentang siapakah yang bertanggung jawab atas kerusakan yang terjadi pada barang yang menjadi obyek suatu akad.Diantara manfaat mengetahui pembagian akad ditinjau dari sisi ini ialah: kita dapat mengetahui hukum memutuskan akad yang telah dijalin, karena pada akad jenis pertama, tidak dibenarkan bagi siapapun dari pihak-pihak yang telah melangsungkan akad untuk membatalkannya kecuali dengan seizin pihak kedua.Sedangkan pada akad jenis kedua, maka bagi pihak yang terikat dengan akad tersebut tidak dibenarkan untuk memutuskan atau membatalkan akadnya kecuali atas seizin pihak kedua, akan tetapi pihak kedua berhak membatalkannya kapanpun ia suka, walau tanpa seizin pihak pertama.Sedangkan pada akad jenis ketiga, kedua belah pihak berhak untuk membatalkan akadnya, kapanpun ia sudan dan tanpa persetujuan pihak kedua.Dan masih banyak lagi pembagian macam-macam akad, ditinjau dari berbagai hal, akan tetapi yang saya rasa penting untuk diketahui adalah dua pembagian yang telah saya sebutkan di atas.4. KEUNTUNGAN DALAM SYARIAT ISLAMSejalan dengan kuatnya pengaruh pola pikir orang-orang non muslim yang tidak beriman kepada Allah dan hari akhir, maka kebanyakan ekonom muslimpun menjadi sempit pandangan terhadap arti keuntungan. Para ekonom muslim banyak yang membeo dengan teori dan doktrin musuh-musuh mereka. Sikap membeo ini dapat kita buktikan dengan nyata pada dua doktrin besar:
Keuntungan hanya ada satu, yaitu keuntungan materi atau yang berujung pada materi.
Setiap dana yang kita kelola sendiri atau digunakan oleh saudara kita, maka harus mendatangkan keuntungan materi. Terkesan bahwa dunia usaha pasti menguntungkan, ia lupa bahwa dunia usaha juga mengenal kerugian.
Dua doktrin ini adalah cerminan dari jauhnya para pelaku kegiatan ekonomi zaman sekarang dari keimanan kepada Allah dan hari akhir. Dua doktrin ini adalah salah satu penyebab terjerumusnya para pengusaha ke dalam perbuatan haram, mengejar keuntungan materi dengan menghalalkan segala macam cara:
يا معشر التجار! فاستجابوا لرسول الله صلى الله عليه و سلم ورفعوا أعناقهم وأبصارهم إليه، فقال: إن التجار يبعثون يوم القيامة فجارا، إلا من اتقى الله وبر وصدق. رواه الترمذي وابن حبان والحاكم وصححه الألباني
"Wahai para pedagang! Maka mereka memperhatikan seruan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan mereka menengadahkan leher dan pandangan mereka kepada beliau. Lalu beliau bersabda: "Sesungguhnya para pedagang akan dibangkitkan kelak pada hari qiyamat sebagai orang-orang fajir (jahat) kecuali pedagang yang bertaqwa kepada Allah, berbuat baik dan berlaku jujur." (Riwayat At Timizy, Ibnu Hibban, Al Hakim dan dishahihkan oleh Al Albany)Saudaraku! Sudah barang tentu, dua doktrin ini tidak dapat dan tidak boleh diamalkan oleh umat Islam. Syari'at Islam telah mengajarkan kepada umatnya agar senantiasa memiliki pandangan yang luas tentang keuntungan usaha. Islam telah mengenalkan kepada umatnya bahwa keuntungan usaha dapat terwujud dalam dua hal:
Keuntungan materi.
Keuntungan non materi, yang berupa keberkahan, pahala dan keridhaan Allah.
Saudaraku, renungkanlah dua hadits berikut:Hadits pertama:
عن حكيم بن حزام رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه و سلم قال: البيعان بالخيار ما لم يتفرقا، فإن صدقا وبينا بورك لهما في بيعهما، وإن كذبا وكتما محقت بركة بيعهما. متفق عليه
"Dari sahabat Hakim bin Hizam radhiallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam beliau bersabda: "Kedua orang penjual dan pembeli masing-masing memiliki hak pilih selama keduanya belum berpisah, bila keduanya berlaku jujur dan menjelaskan, maka akan diberkahi untuk mereka penjualannya, dan bila mereka berlaku dusta dan saling menutup-nutupi, niscaya akan dihapuskan keberkahan penjualannya." (Muttafaqun 'alaih)Hadits kedua:
عن حذيفة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه و سلم أتى الله بعبد من عباده آتاه الله مالا، فقال له: ماذا عملت في الدنيا؟ قال: ولا يكتمون الله حديثا. قال: يا رب آتيتني مالك، فكنت أبايع الناس، وكان من خلقي الجواز، فكنت أتيسر على الموسر وأنظر المعسر، فقال الله: أنا أحق بذا منك، تجاوزوا عن عبدي. متفق عليه
"Sahabat Huzaifah radhiallahu 'anhu menuturkan: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam besabda: "Allah mendatangkan salah seorang hamba-Nya yang pernah Ia beri harta kekayaan, kemudian Allah berfirman kepadanya: Apa yang engkau lakukan ketika di dunia? (Dan mereka tidak dapat menyembunyikan dari Allah suatu kejadian) [Surat An Nisa 42] Iapun menjawab: Wahai Tuhanku, Engkau telah mengaruniakan kepadaku harta kekayaan, dan dahulu aku berjual-beli dengan orang lain, dan dahulu kebiasaanku (akhlaqku) adalah senantiasa memudahkan, dahulu aku meringankan (tagihan) orang yang mampu dan menunda (tagihan kepada) orang yang tidak mampu. Kemudian Allah berfirman: Aku lebih berhak untuk melakukan ini daripada engkau, mudahkanlah hamba-Ku ini." (Muttafaqun 'alaih)Berdasarkan inilah, Syari'at Islam membagi transaksi ditinjau dari tujuannya ke dalam tiga bagian besar, sebagaimana telah dijelaskan pada poin pertama.Adapun batasan keuntungan yang dibenarkan syari'at, maka sebenarnya tidak ada dalil yang membatasinya. Dengan demikian berapapun keuntungan yang diambil oleh seorang pengusaha, maka itu sah-sah saja, asalkan didasari oleh asas suka sama suka.
عن عروة البارقي رضي الله عنه قال أعطاني رسول الله صلى الله عليه و سلم دينارا أشتري به أضحية أو شاة فاشتريت شاتين فبعت إحداهما بدينار فأتيته بشاة ودينار. فدعا له بالبركة في بيعه، فكان لو اشترى التراب لربح فيه. رواه أبو داود والترمذي وابن ماجه
"Dari sahabat Urwah Al Bariqy radhiallahu 'anhu, ia mengisahkan: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memberiku uang satu dinar agar aku membelikan untuknya seekor kambing korban, atau seekor kambing, kemudian akupun membeli dua ekor kambing (dengan uang satu diner tersebut), dan kemudian aku menjual kembali seekor kambing seharga satu dinar, sehingga aku datang menemui beliau dengan membawa seekor kambing dan uang satu dinar. Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mendoakan keberkahan pada perniagaan sahabat Urwah, sehingga seandainya ia membeli debu, niscaya ia akan mendapatkan laba darinya." (Riwayat Abu Dawud, At Tirmizy dan Ibnu Majah)Walau demi, dianjurkan kepada setiap pengusaha muslim untuk memudahkan dan meringankan saudaranya dalam setiap urusannya, tanpa terkecuali dalam hal perniagaan.
عن حذيفة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : أتى الله بعبد من عباده آتاه الله مالا، فقال له: ماذا عملت في الدنيا؟ قال: ولا يكتمون الله حديثا. قال: يا رب آتيتني مالك، فكنت أبايع الناس، وكان من خلقي الجواز، فكنت أتيسر على الموسر وأنظر المعسر، فقال الله: أنا أحق بذا منك، تجاوزوا عن عبدي. متفق عليه
"Sahabat Huzaifah radhiallahu 'anhu menuturkan: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam besabda: "Allah mendatangkan salah seorang hamba-Nya yang pernah Ia beri harta kekayaan, kemudian Allah berfirman kepadanya: Apa yang engkau lakukan ketika di dunia? (Dan mereka tidak dapat menyembunyikan dari Allah suatu kejadian) [Surat An Nisa 42] Iapun menjawab: Wahai Tuhanku, Engkau telah mengaruniakan kepadaku harta kekayaan, dan dahulu aku berjual-beli dengan orang lain, dan dahulu kebiasaanku (akhlaqku) adalah senantiasa memudahkan, dahulu aku meringankan (tagihan) orang yang mampu dan menunda (tagihan kepada) orang yang tidak mampu. Kemudian Allah berfirman: Aku lebih berhak untuk melakukan ini daripada engkau, mudahkanlah hamba-Ku ini." (Muttafaqun 'alaih)Saudaraku! Sebagaiman telah disinggung di atas, bahwa dunia usaha selalu mengenal dua sejoli yang senantiasa berpasang-pasangan, yaitu keuntungan dan kerugian. Pertanyaan yang seyogyanya anda renungkan ialah: Siapakah yang berhak mendapatkan keuntungan (materi) dalam syari'at islam?Jawabannya: Yang berhak mendapat keuntungan ialah orang yang siap menerima kenyataan dunia usaha apa adanya. Bila dunia usaha merugi, maka ia siap menaggungnya dan bila menguntung, maka iapun dengan senang hati menerimanya. Pengusaha yang demikian inilah yang berhak mendapatkan keuntungan. Inilah salah satu prinsip perniagaan yang digariskan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melalu sabdanya:
الخراج بالضمان
"Penghasilan/kegunaan adalah imbalan atas kesiapan menanggung jaminan." (Riwayat Ahmad, Abu Dawud, At Tirmizy, An Nasai dan dinyatakan sebagai hadits hasan oleh Al Albani)5. ASAS SUKA SAMA SUKAIslam adalah syarai'at yang benar-benar menghormati hak kepemilikan umatnya. Oleh karena itu, tidak dibenarkan bagi siapapun untuk memakan atau menggunakan harta saudaranya kecuali bila sudaranya benar-benar merelakannya, baik melalui perniagaan atau lainnya. Allah Ta'ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu." (Qs. An Nisa': 29)Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَأْخُذَنَّ أَحَدُكُمْ مَتَاعَ أَخِيهِ لاَعِبًا وَلاَ جَادًّا، وَمَنْ أَخَذَ عَصَا أَخِيهِ فَلْيَرُدَّهَا. رواه أحمد وأبو داود والترمذي وصححه الألباني
"Janganlah sekali-kali salah seorang darimu mengambil harta saudaranya, baik berpura-pura atau sungguh-sungguh.Dan barang siapa yang terlanjur mengambil –sebagai contoh- tongkat saudaranya, hendaknya ia segera mengembalikannya." (Riwayat Ahmad, Abu Dawud, At Tirmizy dan dinyatakan sebagai hadits hasan oleh Al Albani)Pada hadits lain, beliau juga bersabda:
لاَ يَحِلُّ مَالُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلاَّ بِطِيبِ نَفْسٍ مِنْهُ. رواه أحمد والدارقطني والبيهقي، وصححه الحافظ والألباني
"Tidaklah halal harta seorang muslim kecuali dengan dasar kerelaan jiwa darinya." (Riwayat Ahmad, Ad Daraquthny, Al Baihaqy dam dinyatakan sebagai hadits shahih oleh Al Hafizh Ibnu Hajar dan Al Albany)
Dan dalam hadits lain beliau shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda secara khusus tentang perniagaan:
إنما البيع عن تراض. رواه ابن ماجة وابن حبان وصححه الألباني
"Sesungguhnya perniagaan itu hanyalah perniagaan yang didasari oleh rasa suka sama suka." (Riwayat Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan dishahihkan oleh Al Albany)Oleh karena itu, tidak dibenarkan bagi kedua belah pihak yang menjalankan suatu transaksi untuk berpisah kecuali bila telah tercapai kata sepakat.Bila tidak ada kata sepakat, maka transaksipun tidak ada.
لا يفترقن اثنان إلا عن تراض. رواه أحمد وأبو داود والترمذي والبيهقي وصححه الألباني
"Janganlah sekali-kali kedua orang yang berjual-beli saling berpisah kecuali atas dasar suka-sama suka." (Riwayat Ahmad, Abu Dawud, At Tirmizy, Al Baihaqy, dan dishahihkan oleh Al Albany)Berdasarkan persyaratan ini, maka tidak sah akad penjualan yang dilakukan oleh orang yang dipaksa tanpa ada alasan yang dibenarkan. Orang yang dipaksa adalah orang yang dipojokkan sehingga tidak dapat menolak penjualan tersebut, sehingga ia terpaksa menjual hartanya. Misalnya bila ada seseorang memaksa orang lain untuk menjual hartanya, dan bila tidak, ia akan dibunuh, kemudian karena takut dibunuh pemilik barang tersebut terpaksa menjualnya, maka akad penjualan itu tidak sah, karena akad tersebut tidak didasari oleh asas suka sama suka Syeikkh Ibnu Utsaimin rahimahullah mencontohkan contoh lain bagi persyaratan ini: "Bila anda mengetahui bahwa penjual ini menjual barangnya kepada anda karena semata-mata rasa malu dan segan, maka tidak boleh bagi anda untuk membeli darinya, selama anda tahu bahwa seandainya bukan karena rasa malu dan segan, niscaya ia tidak akan menjual barang itu kepada anda. Oleh karena itu para ulama' rahimahumullah berkata: haram hukumnya menerima hadiah dari seseorang yang ia memberikankan hadiah itu kepada anda hanya karena rasa malu dan segan, karena walaupun ia tidak berterus terang bahwa ia tidak ridha/ rela, akan tetapi gelagatnya menunjukkan dengan jelas bahwa ia tidak rela." (As Syarhul Mumti' 8/121-122)Perlu dicatat: bahwa maksud paksaan di sini ialah paksaan yang dilakukan tanpa alasan yang dibenarkan. Akan tetapi bila ada orang yang dipaksa untuk menjual hartanya dengan alasan yang dibenarkan, dan kemudian iapun menjual barangnya, maka penjualannya itu sah. Sebagai konsekwensinya, kitapun dibenarkan untuk membeli darinya barang tersebut. Yang demikian itu, karena akad ini bertujuan menegakkan kebenaran, dan tidak bermaksud menimpakan kedlaliman atau merampas harta orang lain.Contohnya: Orang yang telah menggadaikan rumahnya kepada seseorang sebagai jaminan atas suatu piutang yang ia tanggung, dan ketika jatuh tempo pembayaran hutang, penerima hutang tidak mampu membayar hutangnya, maka rumah yang telah ia gadaikan harus dijual guna melunasi hutangnya, tanpa memperdulikan apakah pemilik rumah rela dengan penjualan tersebut atau tidak.Demikian apa yang dapat saya utarakan pada kesempatan ini, semoga bermanfaat bagi kita semua.
اللَّهُمَّ اكْفِنِا بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَأَغْنِنِا بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ
"Ya Allah, limpahkanlah kecukupan kepada kami dengan rizqi-Mu yang halal dari memakan harta yang Engkau haramkan, dan cukupkanlah kami dengan kemurahan-Mu dari mengharapkan uluran tangan selain-Mu." Wallahu a'alam bisshowab.Footnotes:[1] Yang dimaksud dengan penitipan di sini ialah penitipan yang tanpa dipungut upah. Adapun penitipan yang sering terjadi di masyarakt, misalnya penitipan sepeda motor, mobil, dll yang dipungut biaya penitipan, maka akad ini sebenarnya bukan akad penitipan, akan tetapi akad jual-beli jasa, yang diistilahkan dalam ilmu fiqih dengan akad ijarah (kontrak kerja).[2] Yang dimaksud dengan akad yang serupa dengan keduanya ialah seluruh akad yang bertujuan untuk mencari keuntungan.
***
Penulis: Ustadz Muhammad Arifin Badri, M.A.
diambil dari www.pengusahamuslim.com
Fatwa dan Nasehat Agama Hukum - Hukum Perdagangan
Ditulis oleh Ibnu Munzir on Kamis, 16 Juli 2009 21:01 Dibaca : 1186 kali
Saudaraku! Kita adalah penduduk Indonesia yang bermazhabkan dengan mazhab Imam As Syafi'i, maka sudah sepantasnyalah untuk mengamalkan petuah beliau...
مَنْ أَرَادَ الدُّنْيَا فَعَلَيهِ بِالعِلْمِ، وَمَنْ أَرَادَ الآخِرَةَ فَعَلَيهِ بِالعِلْمِ
"Barang siapa yang menginginkan keuntungan di dunia, maka hendaknya ia berilmu dan barang siapa yang menginginkan keuntungan akhirat, maka hendaknya ia juga berilmu."Petuah yang begitu indah dan layak untuk dituliskan dengan tinta emas. Betapa tidak, apalah yang akan menimpa kita bila kita beramal, baik urusan agama atau dunia tanpa dasar ilmu yang cukup.Bila kita beramal dalam urusan agama tanpa dasar ilmu, maka tak ayal lagi kita akan terjerumus ke dalam amalan bid'ah. Dan bila dalam urusan dunia, niscaya kita terjerumus dalam perbuatan haram, atau kebinasaan.Jauh-jauh hari Khalifah Umar bin Khattab radhiallahu 'anhu telah berpesan kepada kaum muslimin secara umum:
اَ يَتَّجِرُ فِي سُوْقِنَا إِلاَّ مَنْ فَقُهَ وَإِلاَّ أَكَلَ الرِّبَا. ذكره ابن عبد البر بهذا اللفظ.ورواه مالك والترمذي بلفظ: لاَ يَبِعْ فِي سُوْقِنَا إِلاَّ مَنْ قَدْ تَفَقَّهَ فِي الدِّينِ. حسنه الألباني
"Hendaknya tidaklah berdagang di pasar kita selain orang yang telah faham (berilmu), bila tidak, niscaya ia akan memakan riba." (Ucapan beliau dengan teks demikian ini dinukilkan oleh Ibnu Abdil Bar Al Maliky)Dan ucapan beliau ini diriwayatkan oleh Imam Malik dan juga Imam At Tirmizy dengan teks yang sedikit berbeda: "Hendaknya tidaklah berdagang di pasar kita selain orang yang telah memiliki bekal ilmu agama." (Riwayat ini dihasankan oleh Al Albany)Imam Al Qurthuby Al Maliky menjelaskan: "Orang yang bodoh tentang hukum perniagaan,–walaupun perbuatannya tidak dihalangi- maka tidak pantas untuk diberi kepercayaan sepenuhnya dalam mengelola harta bendanya. Yang demikian ini dikarenakan ia tidak dapat membedakan perniagaan terlarang dari yang dibenarkan, transaksi halal dari yang haram. Sebagaimana ia juga dikawatirkan akan melakukan praktek riba dan transaksi haram lainnya. Hal ini juga berlaku pada orang kafir yang tinggal di negri Islam." (Ahkaamul Qur'an oleh Imam Al Qurthuby Al Maaliky 5/29)1. HUKUM ASAL SETIAP TRANSAKSI ADALAH HALALHubungan interaksi antara sesama manusia, baik yang tunduk kepada syari'at atau yang keluar dari ketaatan kepadanya tidak terbatas. Setiap masa dan daerah terjadi berbagai bentuk dan model interaksi sesama mereka yang berbeda dengan bentuk interaksi pada masa dan daerah lainnya. Oleh karena bukan suatu hal bijak bila hubungan interaksi sesama mereka dikekang dan dibatasi dalam bentuk tertentu. Karena itulah dalam syari'at Islam tidak pernah ada dalil yang membatasi model interaksi sesama mereka. Ini adalah suatu hal yang amat jelas dan diketahui oleh setiap orang yang memahami syari'at islam, walau hanya sedikit. Sebagai salah satu buktinya, dalam ilmu fiqih dikenal suatu kaedah besar yang berbunyi:
الأصل في الأشياء الإباحة، حتى يدل الدليل على التحريم
"Hukum asal dalam segala hal adalah boleh, hingga ada dalil yang menunjukkan akan keharamannya."Kaedah ini didukung oleh banyak dalil dalam Al Qur'an dan As Sunnah, diantaranya adalah firman Allah Ta'ala:
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعاً
"Dialah yang menciptakan untuk kamu segala yang ada di bumi seluruhnya." (Qs, Al-Baqarah 29)Dan juga sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
أنتم أعلم بأمر دنياكم. رواه مسلم
"Kalian lebih mengetahui tentang urusan dunia kalian." (Riwayat Muslim)Adapun yang berkaitan dengan peniagaan secara khusus, maka Allah Ta'ala telah berfirman:
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبا
"Padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba." (Qs. Al Baqarah 275)Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga telah bersabda:
إذا تبايع الرجلان فكل واحد منهما بالخيار ما لم يتفرقا وكانا جميعا
"Bila dua orang telah berjaul-beli, maka masing-masing dari keduanya memiliki hak pilih, selama keduanya belum berpisah dan mereka masih bersama-sama (satu majlis)." (Riwayat Al Bukhary no: 4917, dan Muslim no: 1531, dari hadits riwayat Ibnu Umar radhiallahu 'anhu)
عن رافع بن خديج قال: قيل يا رسول الله! أي الكسب أطيب؟ قال: عمل الرجل بيده وكل بيع مبرور. رواه أحمد والطبراني والحاكم وصححه الألباني
"Dari sahabat Rafi' bin Khadij ia menuturkan: "Dikatakan (kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam) Wahai Rasulullah! Penghasilan apakah yang paling baik? Beliau menjawab: "Hasil pekerjaan seseorang dangan tangannya sendiri, dan setiap perniagaan yang baik." (Riwayat Ahmad, At Thabrany, Al Hakim, dan dishahihkan oleh Syeikh Al Albany. Hadits-hadits yang semakna dengan ini banyak sekali.)Para ulama' juga telah menyepakati bahwa perniagaan adalah pekerjaan yang dibolehkan, dan kesepakatan ini telah menjadi suatu bagian dari syari'at Islam yang telah diketahui oleh setiap orang. Sebagai salah satu buktinya, setiap ulama' yang menuliskan kitab fiqih, atau kitab hadits, mereka senantiasa mengkhususkan satu bab untuk membahas berbagai permasalahan yang terkait dengan perniagaan.Berangkat dari dalil-dalil ini, para ulama' menyatakan bahwa hukum asal setiap perniagaan adalah boleh, selama tidak menyelisihi syari'at.2. SEBAB-SEBAB DIHARAMKANNYA SUATU PERNIAGAANBila telah dipahami bahwa hukum asal setiap perniagaan adalah halal, maka hal yang semestinya dikenali ialah hal-hal yang menjadikan suatu perniagaan diharamkan dalam Islam. Karena hal-hal yang menyebabkan suatu transaksi dilarang sedikit jumlahnya, berbeda halnya dengan perniagaan yang dibolehkan, jumlahnya tidak terbatas.Imam Ibnu Rusyud Al Maliky berkata: "Bila engkau meneliti berbagai sebab yang karenanya suatu perniagaan dilarang dalam syari'at, dan sebab-sebab itu berlaku pada seluruh jenis perniagaan, niscaya engkau dapatkan sebab-sebab itu terangkaum dalam empat hal:Barang yang menjadi obyek perniagaan adalah barang yang diharamkan.
Adanya unsur riba.
Adanya ketidak jelasan (gharar).
Adanya persyaratan yang memancing timbulnya dua hal di atas (riba dan gharar).
Inilah hal-hal paling utama yang menjadikan suatu perniagaan terlarang." (Bidayatul Mujtahid 2/102) Perincian dari keempat faktor di atas membutuhkan penjelasan yang panjang dan lebar, sehingga pembahasannyapun membutuhkan waktu yang lebih luas.Keempat faktor yang disebutkan oleh imam Ibnu Rusyud di atas, adalah faktor penyebab terlarangnya suatu perniagaan dan yang terdapat pada rangkaian perniagaan tersebut.Masih ada faktor-faktor lain yang menjadikan suatu perniagaan dilarang, akan tetapi faktor-faktor tersebut merupakan faktor luar. Diantara faktor-faktor tersebut ialah:1. Waktu.Dilarang bagi seorang muslim untuk mengadakan akap perniagaan setelah muazzin mengumandangkan azan kedua pada hari jum'at. Ketentuan ini berdasarkan firman Allah Ta'ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِي لِلصَّلَاةِ مِن يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." (Qs. Al Jum'ah: 9)2. Penipuan.Telah diketahui bersama bahwa penipuan diharamkan Allah, dalam segala hal. Dan bila penipuan terjadi pada akad perniagaan, maka tindakan ini menjadikan perniagan tersebut diharamkan:
البيعان بالخيار ما لم يتفرقا، فإن صدقا وبينا بورك لهما في بيعهما، وإن كذبا وكتما محقت بركة بيعهما. متفق عليه
"Kedua orang yang saling berniaga memiliki hak pilih (khiyar) selama keduanya belum berpisah, dan bila keduanya berlaku jujur dan menjelaskan, maka akan diberkahi untuk mereka penjualannya, dan bila mereka berlaku dusta dan saling menutup-nutupi, niscaya akan dihapuskan keberkahan penjualannya." (Muttafaqun 'alaih)
Pada hadits lain Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menegaskan:من غشنا فليس منا"Barang siapa yang menipu kami, maka ia tidak termasuk golongan kami." (Riwayat Muslim)3. Merugikan orang lain.
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه و سلم: لا تحاسدوا ولا تناجشوا ولا تباغضوا ولا تدابروا ولا يبع بعضكم على بيع بعض وكونوا عباد الله إخوانا، المسلم أخو المسلم لا يظلمه ولا يخذله ولا يحقره. متفق عليه
"Dari sahabat Abu Hurairah radhiallahu 'anhu ia menuturkan: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Janganlah engkau saling hasad, janganlah saling menaikkan penawaran barang (padahal tidak ingin membelinya), janganlah saling membenci, janganlah saling merencanakan kejelekan, janganlah sebagian dariu kalian melangkahi pembelian sebagian lainnya, dan jadilah hamba-hamba Allah yang saling bersaudara. Seorang muslim adalah saudara orang muslim lainnya, tidaklah ia menzhalimi saudaranyanya, dan tidaklah ia membiarkannya dianiaya orang lain, dan tidaklah ia menghinanya." (Muttafaqun 'alaih)Diantara bentuk-bentuk perniagaan yang merugikan orang lain ialah:a. Menimbun barang dagangan.Diantara bentuk penerapan terhadap prinsip ini ialah diharamkannya menimbun barang kebutuhan masyarakat banyak, sebagaimana disabdakan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
من احتكر فهو خاطئ. رواه مسلم وغيره.
"Barang siapa yang menimbun maka ia telah berbuat dosa." (Riwayat Muslim)b. Melangkahi penawaran atau penjualan sesama muslim.
لا تلقوا الركبان ولا يبع بعضكم على بيع بعض ولا تناجشوا ولا يبع حاضر لباد. رواه البخاري ومسلم
"Janganlah kamu menghadang orang-orang kampung yang membawa barang dagangannya (ke pasar), dan janganlah sebagian dari kamu melangkahi penjualan sebagian yang lain, dan jangalan kamu saling menaikkan tawaran suatu barang (tanpa niat untuk membelinya), dan janganlah orang kota menjualkan barang dagangan milik orang kampung." (Riwayat Bukhary dan Muslim)c. Percaloan.
عن جابر بن عبد الله رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : لا يبع حاضر لباد دعوا الناس يرزق الله بعضهم من بعض. رواه مسلم
"Dari sahabat Jabir bin Abdillah radhiallahu 'anhu ia menuturkan: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Janganlah orang kota menjualkan barang-barang milik orang kampung, biarkanlah masyarakat, sebagian diberi rizki oleh Allah dari sebagian lainnya." (Riwayat Muslim)3. JENIS-JENIS AKAD DAN BERBAGAI KONSEKUENSI HUKUMNYADiantara hal prinsip yang seyogyanya diketahui oleh setiap pengusaha atau calon pengusaha ialah mengenali macam-macam akad dan konsekwensi hukumnya masing-masing. Hal ini penting untuk diketahui dan senantiasa diperhatikan, sebab menurut pengalaman pribadi saya, dengan menguasainya pembagian akad dan konsekwensi masing-masing, memudahkan kita dalam memahami berbagai hukum syariat terkait dengannya. [Pembagian macam-macam akad ini saya sarikan dari beberapa referensi berikut: Qawaidh Ibnu Rajab Al Hambaly 1/375, kaedah ke-52, & 2/418, kaedah ke-105, Al Muwafaqat oleh As Syathiby 3/199, As Syarhul Mumti' oleh Syeikh Ibnu Utsaimin 8/278, 9/120, 127-129, Ad Dirasyat As Syar'iyah li Ahammil uqud Al Maliyyah Al Mustahdatsah, oleh Dr. Muhammad Musthofa As Syinqity 1/73-89]A. Pembagian akad ditinjau dari tujuannya.Bila kita memperhatikan tujuan atau maksud berbagai akad yang terjadi antara dua orang atau lebih, maka kita dapat membagi berbagai akad tersebut menjadi tiga macam:Pertama: Akad yang bertujuan untuk mencari keuntungan materi, sehingga setiap orang yang menjalankan akad ini senantiasa sadar dan menyadari bahwa lawan akadnya sedang berusaha mendapatkan keuntungan dari akad yang ia jalin. Pada akad ini biasanya terjadi suatu proses yang disebut dengan tawar-menawar. Sehingga setiap orang tidak akan menyesal atau terkejut bila dikemudian hari ia mengetahui bahwa lawan akadnya berhasil memperoleh keuntungan dari akad yang telah terjalin dengannya. Contoh nyata dari akad macam ini ialah akad jual-beli, sewa-menyewa, syarikat dagang, penggarapan tanah (musaqaah), dll. Syari'at Islam pada prinsipnya membenarkan bagi siapa saja untuk mencari keuntungan melalui akad macam ini. Kedua: Akad yang bertujuan untuk memberikan perhargaan, pertolongan, jasa baik atau uluran tangan kepada orang lain. Dengan kata lain, akad-akad yang bertujuan mencari keuntungan non materi. Biasanya yang menjalin akad macam ini ialah orang yang sedang membutuhkan bantuan atau sedang terjepit oleh suatu masalah. Oleh karena itu, orang yang menjalankan akad ini tidak rela bila ada orang yang menggunakan kesempatan dalam kesempitannya ini, guna mengeruk keuntungan dari bantuan yang ia berikan. Contoh nyata dari akad macam ini ialah: akad hutang-piutang, penitipan [1], peminjaman, shadaqah, hadiyah, pernikahan, dll.Karena tujuan asal dari akad jenis ini demikian adanya, maka syari'at Islam tidak membenarkan bagi siapapun untuk mengeruk keuntungan darinya.
يَمْحَقُ اللّهُ الْرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ وَاللّهُ لاَ يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ
"Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa." (Qs. Al-Baqarah: 276)Pada ayat ini Allah Ta'ala mengancam para pemakan riba dan kemudian dilanjutkan dengan menyebutkan ganjaran yang akan diterima oleh orang yang bersedekah. Ini adalah isyarat bagi kita bahwa praktek riba adalah lawan dari shadaqah. Isyarat ini menjadi semakin kuat bila kita mencermati ayat-ayat selanjunya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ وَذَرُواْ مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ . فَإِن لَّمْ تَفْعَلُواْ فَأْذَنُواْ بِحَرْبٍ مِّنَ اللّهِ وَرَسُولِهِ وَإِن تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُؤُوسُ أَمْوَالِكُمْ لاَ تَظْلِمُونَ وَلاَ تُظْلَمُونَ . وَإِن كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَى مَيْسَرَةٍ وَأَن تَصَدَّقُواْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasulnya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. Dan jika (orang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui." (Qs. Al-Baqarah: 278-280)
Oleh karena itu dinyatakan dalam satu kaidah yang sangat masyhur dalam ilmu fiqih:كل قرض جر نفعا فهو ربا"Setiap piutang yang mendatangkan keuntungan, maka itu adalah riba." (Baca Al Muhazzab oleh As Syairazy 1/304, Al Mughny oleh Ibnu Qudamah 4/211&213, As Syarhul Mumti' 9/108-109 dll)Ketiga: Akad yang berfungsi sebagai jaminan atas hak yang terhutang. Dengan demikian, akad ini biasanya diadakan pada akad hutang-piutang, sehingga tidak dibenarkan bagi pemberi piutang (kreditur) untuk mengambil keuntungan dari barang yang dijaminkan kepadanya. Bila kreditur mendapatkan manfaat atau keuntungan dari piutang yang ia berikan, maka ia telah memakan riba, sebagaimana ditegaskan pada kaidah ilmu fiqih di atas. Ditambah lagi, harta beserta seluruh pemanfaatannya adalah hak pemiliknya, dan tidak ada seseorangpun yang berhak untuk menggunakannya tanpa seizin dan kerelaan dari pemiliknya.
لا يحل مال امرئ مسلم إلا بطيب نفس منه. رواه أحمد والدارقطني والبيهقي، وصححه الحافظ والألباني
"Tidaklah halal harta seorang muslim kecuali dengan dasar kerelaan jiwa darinya." (Riwayat Ahmad, Ad Daraquthny, Al Baihaqy dam dishahihkan oleh Al Hafizh Ibnu Hajar dan Al Albany)Dikecualikan dari keumuman hukum ini, bila keuntungan tersebut dipersyaratkan ketika akad jual beli atau sewa-menyewa atau akad serupa dengan keduanya [2] yang dilakukan dengan pembayaran dihutang. (Baca Majmu' Fatwa Al Lajnah Ad Daimah 14/176-177, fatwa no: 20244)Misalnya: Bila A menjual mobil kepada B seharga Rp 50.000.000,- dan dibayarkan setelah satu tahun, dengan jaminan sebuah rumah. Dan ketika akad penjualan sedang berlangsung, A mensyaratkan agar ia menempati rumah tersebut selama satu tahun hingga tempo pembayaran tiba, dan B menyetujui persyaratan tersebut, maka A dibenarkan untuk menempati rumah milik B yang digadaikan tersebut. Karena dengan cara seperti ini, sebenarnya A telah menjual mobilnya dengan harga Rp 50.000.000,- ditambah ongkos sewa rumah tersebut selama satu tahun.Adapun bila akad penjualan telah selesai ditandatangani, maka tidak dibenarkan bagi A untuk menempati rumah tersebut, baik seizin B atau tanpa seizin darinya, sebab bila ia memanfaatkan rumah tersebut, berarti ia telah mendapat keuntungan dari piutang dan itu adalah riba, sebagaimana ditegaskan pada kaedah ilmu fiqih di atas.Diantara akad yang tergolong kedalam kelompok ini ialah akad pegadaian (rahnu), jaminan (kafalah), persaksian (syahadah) dll.Manfaat mengetahui pembagian akad ditinjau dari tujuannya.Dengan memahami pembagian akad ditinjau dari tujuannya semacam ini, kita dapat memahami alasan dan hikmah diharamkannya riba. Sebagaimana kita dapat memahami hikmah pembedaan antara riba dengan akad jual-beli:
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لاَ يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُواْ إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
"Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba." (Qs. Al Baqarah: 275)Diantara faedah mengetahui pembagian akad ditinjau dari tujuannya semacam ini, akan nampak disaat terjadi perselisihan yang diakibatan oleh adanya cacat pada barang yang menjadi obyek suatu akad. Karena adanya cacat pada obyek tersebut akan sangat berpengaruh pada proses akad jenis pertama. Tetapi keberadaan cacat tersebut tidak memiliki pengaruh apapun pada akad jenis kedua dan ketiga.B. Pembagian akad ditinjau dari konsekuensinya.Akad sesama manusia bila ditinjau dari sifat dasar akad tersebut, maka kita dapat mengelompokkannya menjadi dua kelompok besar:Pertama: Akad yang mengikat kedua belah pihak.Maksud kata "mengikat" disini ialah bila suatu akad telah selesai dijalankan dengan segala persyaratannya, maka konsekwensi akad tersebut sepenuhnya harus dipatuhi dan siapapun tidak berhak untuk membatalkan akad tersebut tanpa kerelaan dari pihak kedua, kecuali bila terjadi cacat pada barang yang menjadi obyek akad tersebut.Diantara contoh akad jenis ini ialah akad jual-beli, sewa-menyewa, pernikahan, dllKedua: Akad yang mengikat salah satu pihak saja, sehingga pihak pertama tidak berhak untuk membatalkan akad ini tanpa izin dan kerelaan pihak kedua, akan tetapi pihak kedua berhak untuk membatalkan akad ini kapanpun ia suka.Diantara contoh akad jenis ini ialah: Akad pergadaian (agunan). Pada akad ini pihak pemberi hutang berhak mengembalikan agunan yang ia terima kapanpun ia suka, sedangkan pihak penerima hutang sekaligus pemilik barang yang dijadikan agunan/digadaikan tidak berhak untuk membatalkan pegadaian ini tanpa seizin dari pihak pemberi piutang. Ketiga: Akad yang tidak mengikat kedua belah pihak. Maksudnya masing-masing pihak berhak untuk membatalkan akad ini kapanpun ia suka dan walaupun tanpa seizin dari pihak kedua, dan walaupun tanpa ada cacat pada obyek akad tersebut.Diantara contoh akad jenis ini ialah: akad syarikat dagang, mudharabah (bagi hasil) penitipan, peminjaman, wasiat, dll. Manfaat mengetahui pembagian akad ditinjau dari konsekwensinya.Dengan mengetahui pembagian macam-macam akad ditinjau dari sisi ini, kita dapat mengetahui hukum berbagai persengketaan yang sering terjadi di masyarakat karena perselisihan tentang siapakah yang bertanggung jawab atas kerusakan yang terjadi pada barang yang menjadi obyek suatu akad.Diantara manfaat mengetahui pembagian akad ditinjau dari sisi ini ialah: kita dapat mengetahui hukum memutuskan akad yang telah dijalin, karena pada akad jenis pertama, tidak dibenarkan bagi siapapun dari pihak-pihak yang telah melangsungkan akad untuk membatalkannya kecuali dengan seizin pihak kedua.Sedangkan pada akad jenis kedua, maka bagi pihak yang terikat dengan akad tersebut tidak dibenarkan untuk memutuskan atau membatalkan akadnya kecuali atas seizin pihak kedua, akan tetapi pihak kedua berhak membatalkannya kapanpun ia suka, walau tanpa seizin pihak pertama.Sedangkan pada akad jenis ketiga, kedua belah pihak berhak untuk membatalkan akadnya, kapanpun ia sudan dan tanpa persetujuan pihak kedua.Dan masih banyak lagi pembagian macam-macam akad, ditinjau dari berbagai hal, akan tetapi yang saya rasa penting untuk diketahui adalah dua pembagian yang telah saya sebutkan di atas.4. KEUNTUNGAN DALAM SYARIAT ISLAMSejalan dengan kuatnya pengaruh pola pikir orang-orang non muslim yang tidak beriman kepada Allah dan hari akhir, maka kebanyakan ekonom muslimpun menjadi sempit pandangan terhadap arti keuntungan. Para ekonom muslim banyak yang membeo dengan teori dan doktrin musuh-musuh mereka. Sikap membeo ini dapat kita buktikan dengan nyata pada dua doktrin besar:
Keuntungan hanya ada satu, yaitu keuntungan materi atau yang berujung pada materi.
Setiap dana yang kita kelola sendiri atau digunakan oleh saudara kita, maka harus mendatangkan keuntungan materi. Terkesan bahwa dunia usaha pasti menguntungkan, ia lupa bahwa dunia usaha juga mengenal kerugian.
Dua doktrin ini adalah cerminan dari jauhnya para pelaku kegiatan ekonomi zaman sekarang dari keimanan kepada Allah dan hari akhir. Dua doktrin ini adalah salah satu penyebab terjerumusnya para pengusaha ke dalam perbuatan haram, mengejar keuntungan materi dengan menghalalkan segala macam cara:
يا معشر التجار! فاستجابوا لرسول الله صلى الله عليه و سلم ورفعوا أعناقهم وأبصارهم إليه، فقال: إن التجار يبعثون يوم القيامة فجارا، إلا من اتقى الله وبر وصدق. رواه الترمذي وابن حبان والحاكم وصححه الألباني
"Wahai para pedagang! Maka mereka memperhatikan seruan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan mereka menengadahkan leher dan pandangan mereka kepada beliau. Lalu beliau bersabda: "Sesungguhnya para pedagang akan dibangkitkan kelak pada hari qiyamat sebagai orang-orang fajir (jahat) kecuali pedagang yang bertaqwa kepada Allah, berbuat baik dan berlaku jujur." (Riwayat At Timizy, Ibnu Hibban, Al Hakim dan dishahihkan oleh Al Albany)Saudaraku! Sudah barang tentu, dua doktrin ini tidak dapat dan tidak boleh diamalkan oleh umat Islam. Syari'at Islam telah mengajarkan kepada umatnya agar senantiasa memiliki pandangan yang luas tentang keuntungan usaha. Islam telah mengenalkan kepada umatnya bahwa keuntungan usaha dapat terwujud dalam dua hal:
Keuntungan materi.
Keuntungan non materi, yang berupa keberkahan, pahala dan keridhaan Allah.
Saudaraku, renungkanlah dua hadits berikut:Hadits pertama:
عن حكيم بن حزام رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه و سلم قال: البيعان بالخيار ما لم يتفرقا، فإن صدقا وبينا بورك لهما في بيعهما، وإن كذبا وكتما محقت بركة بيعهما. متفق عليه
"Dari sahabat Hakim bin Hizam radhiallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam beliau bersabda: "Kedua orang penjual dan pembeli masing-masing memiliki hak pilih selama keduanya belum berpisah, bila keduanya berlaku jujur dan menjelaskan, maka akan diberkahi untuk mereka penjualannya, dan bila mereka berlaku dusta dan saling menutup-nutupi, niscaya akan dihapuskan keberkahan penjualannya." (Muttafaqun 'alaih)Hadits kedua:
عن حذيفة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه و سلم أتى الله بعبد من عباده آتاه الله مالا، فقال له: ماذا عملت في الدنيا؟ قال: ولا يكتمون الله حديثا. قال: يا رب آتيتني مالك، فكنت أبايع الناس، وكان من خلقي الجواز، فكنت أتيسر على الموسر وأنظر المعسر، فقال الله: أنا أحق بذا منك، تجاوزوا عن عبدي. متفق عليه
"Sahabat Huzaifah radhiallahu 'anhu menuturkan: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam besabda: "Allah mendatangkan salah seorang hamba-Nya yang pernah Ia beri harta kekayaan, kemudian Allah berfirman kepadanya: Apa yang engkau lakukan ketika di dunia? (Dan mereka tidak dapat menyembunyikan dari Allah suatu kejadian) [Surat An Nisa 42] Iapun menjawab: Wahai Tuhanku, Engkau telah mengaruniakan kepadaku harta kekayaan, dan dahulu aku berjual-beli dengan orang lain, dan dahulu kebiasaanku (akhlaqku) adalah senantiasa memudahkan, dahulu aku meringankan (tagihan) orang yang mampu dan menunda (tagihan kepada) orang yang tidak mampu. Kemudian Allah berfirman: Aku lebih berhak untuk melakukan ini daripada engkau, mudahkanlah hamba-Ku ini." (Muttafaqun 'alaih)Berdasarkan inilah, Syari'at Islam membagi transaksi ditinjau dari tujuannya ke dalam tiga bagian besar, sebagaimana telah dijelaskan pada poin pertama.Adapun batasan keuntungan yang dibenarkan syari'at, maka sebenarnya tidak ada dalil yang membatasinya. Dengan demikian berapapun keuntungan yang diambil oleh seorang pengusaha, maka itu sah-sah saja, asalkan didasari oleh asas suka sama suka.
عن عروة البارقي رضي الله عنه قال أعطاني رسول الله صلى الله عليه و سلم دينارا أشتري به أضحية أو شاة فاشتريت شاتين فبعت إحداهما بدينار فأتيته بشاة ودينار. فدعا له بالبركة في بيعه، فكان لو اشترى التراب لربح فيه. رواه أبو داود والترمذي وابن ماجه
"Dari sahabat Urwah Al Bariqy radhiallahu 'anhu, ia mengisahkan: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memberiku uang satu dinar agar aku membelikan untuknya seekor kambing korban, atau seekor kambing, kemudian akupun membeli dua ekor kambing (dengan uang satu diner tersebut), dan kemudian aku menjual kembali seekor kambing seharga satu dinar, sehingga aku datang menemui beliau dengan membawa seekor kambing dan uang satu dinar. Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mendoakan keberkahan pada perniagaan sahabat Urwah, sehingga seandainya ia membeli debu, niscaya ia akan mendapatkan laba darinya." (Riwayat Abu Dawud, At Tirmizy dan Ibnu Majah)Walau demi, dianjurkan kepada setiap pengusaha muslim untuk memudahkan dan meringankan saudaranya dalam setiap urusannya, tanpa terkecuali dalam hal perniagaan.
عن حذيفة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : أتى الله بعبد من عباده آتاه الله مالا، فقال له: ماذا عملت في الدنيا؟ قال: ولا يكتمون الله حديثا. قال: يا رب آتيتني مالك، فكنت أبايع الناس، وكان من خلقي الجواز، فكنت أتيسر على الموسر وأنظر المعسر، فقال الله: أنا أحق بذا منك، تجاوزوا عن عبدي. متفق عليه
"Sahabat Huzaifah radhiallahu 'anhu menuturkan: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam besabda: "Allah mendatangkan salah seorang hamba-Nya yang pernah Ia beri harta kekayaan, kemudian Allah berfirman kepadanya: Apa yang engkau lakukan ketika di dunia? (Dan mereka tidak dapat menyembunyikan dari Allah suatu kejadian) [Surat An Nisa 42] Iapun menjawab: Wahai Tuhanku, Engkau telah mengaruniakan kepadaku harta kekayaan, dan dahulu aku berjual-beli dengan orang lain, dan dahulu kebiasaanku (akhlaqku) adalah senantiasa memudahkan, dahulu aku meringankan (tagihan) orang yang mampu dan menunda (tagihan kepada) orang yang tidak mampu. Kemudian Allah berfirman: Aku lebih berhak untuk melakukan ini daripada engkau, mudahkanlah hamba-Ku ini." (Muttafaqun 'alaih)Saudaraku! Sebagaiman telah disinggung di atas, bahwa dunia usaha selalu mengenal dua sejoli yang senantiasa berpasang-pasangan, yaitu keuntungan dan kerugian. Pertanyaan yang seyogyanya anda renungkan ialah: Siapakah yang berhak mendapatkan keuntungan (materi) dalam syari'at islam?Jawabannya: Yang berhak mendapat keuntungan ialah orang yang siap menerima kenyataan dunia usaha apa adanya. Bila dunia usaha merugi, maka ia siap menaggungnya dan bila menguntung, maka iapun dengan senang hati menerimanya. Pengusaha yang demikian inilah yang berhak mendapatkan keuntungan. Inilah salah satu prinsip perniagaan yang digariskan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melalu sabdanya:
الخراج بالضمان
"Penghasilan/kegunaan adalah imbalan atas kesiapan menanggung jaminan." (Riwayat Ahmad, Abu Dawud, At Tirmizy, An Nasai dan dinyatakan sebagai hadits hasan oleh Al Albani)5. ASAS SUKA SAMA SUKAIslam adalah syarai'at yang benar-benar menghormati hak kepemilikan umatnya. Oleh karena itu, tidak dibenarkan bagi siapapun untuk memakan atau menggunakan harta saudaranya kecuali bila sudaranya benar-benar merelakannya, baik melalui perniagaan atau lainnya. Allah Ta'ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu." (Qs. An Nisa': 29)Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَأْخُذَنَّ أَحَدُكُمْ مَتَاعَ أَخِيهِ لاَعِبًا وَلاَ جَادًّا، وَمَنْ أَخَذَ عَصَا أَخِيهِ فَلْيَرُدَّهَا. رواه أحمد وأبو داود والترمذي وصححه الألباني
"Janganlah sekali-kali salah seorang darimu mengambil harta saudaranya, baik berpura-pura atau sungguh-sungguh.Dan barang siapa yang terlanjur mengambil –sebagai contoh- tongkat saudaranya, hendaknya ia segera mengembalikannya." (Riwayat Ahmad, Abu Dawud, At Tirmizy dan dinyatakan sebagai hadits hasan oleh Al Albani)Pada hadits lain, beliau juga bersabda:
لاَ يَحِلُّ مَالُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلاَّ بِطِيبِ نَفْسٍ مِنْهُ. رواه أحمد والدارقطني والبيهقي، وصححه الحافظ والألباني
"Tidaklah halal harta seorang muslim kecuali dengan dasar kerelaan jiwa darinya." (Riwayat Ahmad, Ad Daraquthny, Al Baihaqy dam dinyatakan sebagai hadits shahih oleh Al Hafizh Ibnu Hajar dan Al Albany)
Dan dalam hadits lain beliau shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda secara khusus tentang perniagaan:
إنما البيع عن تراض. رواه ابن ماجة وابن حبان وصححه الألباني
"Sesungguhnya perniagaan itu hanyalah perniagaan yang didasari oleh rasa suka sama suka." (Riwayat Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan dishahihkan oleh Al Albany)Oleh karena itu, tidak dibenarkan bagi kedua belah pihak yang menjalankan suatu transaksi untuk berpisah kecuali bila telah tercapai kata sepakat.Bila tidak ada kata sepakat, maka transaksipun tidak ada.
لا يفترقن اثنان إلا عن تراض. رواه أحمد وأبو داود والترمذي والبيهقي وصححه الألباني
"Janganlah sekali-kali kedua orang yang berjual-beli saling berpisah kecuali atas dasar suka-sama suka." (Riwayat Ahmad, Abu Dawud, At Tirmizy, Al Baihaqy, dan dishahihkan oleh Al Albany)Berdasarkan persyaratan ini, maka tidak sah akad penjualan yang dilakukan oleh orang yang dipaksa tanpa ada alasan yang dibenarkan. Orang yang dipaksa adalah orang yang dipojokkan sehingga tidak dapat menolak penjualan tersebut, sehingga ia terpaksa menjual hartanya. Misalnya bila ada seseorang memaksa orang lain untuk menjual hartanya, dan bila tidak, ia akan dibunuh, kemudian karena takut dibunuh pemilik barang tersebut terpaksa menjualnya, maka akad penjualan itu tidak sah, karena akad tersebut tidak didasari oleh asas suka sama suka Syeikkh Ibnu Utsaimin rahimahullah mencontohkan contoh lain bagi persyaratan ini: "Bila anda mengetahui bahwa penjual ini menjual barangnya kepada anda karena semata-mata rasa malu dan segan, maka tidak boleh bagi anda untuk membeli darinya, selama anda tahu bahwa seandainya bukan karena rasa malu dan segan, niscaya ia tidak akan menjual barang itu kepada anda. Oleh karena itu para ulama' rahimahumullah berkata: haram hukumnya menerima hadiah dari seseorang yang ia memberikankan hadiah itu kepada anda hanya karena rasa malu dan segan, karena walaupun ia tidak berterus terang bahwa ia tidak ridha/ rela, akan tetapi gelagatnya menunjukkan dengan jelas bahwa ia tidak rela." (As Syarhul Mumti' 8/121-122)Perlu dicatat: bahwa maksud paksaan di sini ialah paksaan yang dilakukan tanpa alasan yang dibenarkan. Akan tetapi bila ada orang yang dipaksa untuk menjual hartanya dengan alasan yang dibenarkan, dan kemudian iapun menjual barangnya, maka penjualannya itu sah. Sebagai konsekwensinya, kitapun dibenarkan untuk membeli darinya barang tersebut. Yang demikian itu, karena akad ini bertujuan menegakkan kebenaran, dan tidak bermaksud menimpakan kedlaliman atau merampas harta orang lain.Contohnya: Orang yang telah menggadaikan rumahnya kepada seseorang sebagai jaminan atas suatu piutang yang ia tanggung, dan ketika jatuh tempo pembayaran hutang, penerima hutang tidak mampu membayar hutangnya, maka rumah yang telah ia gadaikan harus dijual guna melunasi hutangnya, tanpa memperdulikan apakah pemilik rumah rela dengan penjualan tersebut atau tidak.Demikian apa yang dapat saya utarakan pada kesempatan ini, semoga bermanfaat bagi kita semua.
اللَّهُمَّ اكْفِنِا بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَأَغْنِنِا بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ
"Ya Allah, limpahkanlah kecukupan kepada kami dengan rizqi-Mu yang halal dari memakan harta yang Engkau haramkan, dan cukupkanlah kami dengan kemurahan-Mu dari mengharapkan uluran tangan selain-Mu." Wallahu a'alam bisshowab.Footnotes:[1] Yang dimaksud dengan penitipan di sini ialah penitipan yang tanpa dipungut upah. Adapun penitipan yang sering terjadi di masyarakt, misalnya penitipan sepeda motor, mobil, dll yang dipungut biaya penitipan, maka akad ini sebenarnya bukan akad penitipan, akan tetapi akad jual-beli jasa, yang diistilahkan dalam ilmu fiqih dengan akad ijarah (kontrak kerja).[2] Yang dimaksud dengan akad yang serupa dengan keduanya ialah seluruh akad yang bertujuan untuk mencari keuntungan.
***
Penulis: Ustadz Muhammad Arifin Badri, M.A.
Label:
dakwah
ANAK KATAK DAN HUJAN
tulisan disadur dari email Alif listy dan di entry oleh whn
Ada kegundahan tersendiri yang dirasakan seekor anak katak ketika langit tiba-tiba gelap.
"Bu, apa kita akan binasa. Kenapa langit tiba-tiba gelap?" ucap anak katak sambil merangkul erat lengan induknya. Sang ibu menyambut rangkulan itu dengan belaian lembut.
"Anakku," ucap sang induk kemudian. "Itu bukan pertanda kebinasaan kita. Justru, itu tanda baik." jelas induk katak sambil terus membelai. Dan anak katak itu pun mulai tenang.
Namun, ketenangan itu tak berlangsung lama. Tiba-tiba angin bertiup kencang. Daun dan tangkai kering yang berserakan mulai berterbangan. Pepohonan meliuk-liuk dipermainkan angin. Lagi-lagi, suatu pemandangan menakutkan buat si katak kecil. "Ibu, itu apa lagi? Apa itu yang kita tunggu-tunggu? " tanya si anak katak sambil bersembunyi di balik tubuh induknya.
"Anakku. Itu cuma angin," ucap sang induk tak terpengaruh keadaan. "Itu juga pertanda kalau yang kita tunggu pasti datang!" tambahnya begitu menenangkan. Dan anak katak itu pun mulai tenang. Ia mulai menikmati tiupan angin kencang yang tampak menakutkan.
"Blarrr!!!" suara petir menyambar-nyambar. Kilatan cahaya putih pun kian menjadikan suasana begitu menakutkan. Kali ini, si anak katak tak lagi bisa bilang apa-apa. Ia bukan saja merangkul dan sembunyi di balik tubuh induknya. Tapi juga gemetar. "Buuu, aku sangat takut. Takut sekali!" ucapnya sambil terus memejamkan mata.
"Sabar, anakku!" ucapnya sambil terus membelai. "Itu cuma petir. Itu tanda ketiga kalau yang kita tunggu tak lama lagi datang! Keluarlah. Pandangi tanda-tanda yang tampak menakutkan itu. Bersyukurlah, karena hujan tak lama lagi datang," ungkap sang induk katak begitu tenang.
Anak katak itu mulai keluar dari balik tubuh induknya. Ia mencoba mendongak, memandangi langit yang hitam, angin yang meliuk-liukkan dahan, dan sambaran petir yang begitu menyilaukan. Tiba-tiba, ia berteriak kencang, "Ibu, hujan datang. Hujan datang! Horeeee!"
Anugerah hidup kadang tampil melalui rute yang tidak diinginkan. Ia tidak datang diiringi dengan tiupan seruling merdu. Tidak diantar oleh dayang-dayang nan rupawan. Tidak disegarkan dengan wewangian harum.
Saat itulah, tidak sedikit manusia yang akhirnya dipermainkan keadaan. Persis seperti anak katak yang takut cuma karena langit hitam, angin yang bertiup kencang, dan kilatan petir yang menyilaukan. Padahal, itulah sebenarnya tanda-tanda hujan.
tulisan disadur dari email Alif listy dan di entry oleh whn
Ada kegundahan tersendiri yang dirasakan seekor anak katak ketika langit tiba-tiba gelap.
"Bu, apa kita akan binasa. Kenapa langit tiba-tiba gelap?" ucap anak katak sambil merangkul erat lengan induknya. Sang ibu menyambut rangkulan itu dengan belaian lembut.
"Anakku," ucap sang induk kemudian. "Itu bukan pertanda kebinasaan kita. Justru, itu tanda baik." jelas induk katak sambil terus membelai. Dan anak katak itu pun mulai tenang.
Namun, ketenangan itu tak berlangsung lama. Tiba-tiba angin bertiup kencang. Daun dan tangkai kering yang berserakan mulai berterbangan. Pepohonan meliuk-liuk dipermainkan angin. Lagi-lagi, suatu pemandangan menakutkan buat si katak kecil. "Ibu, itu apa lagi? Apa itu yang kita tunggu-tunggu? " tanya si anak katak sambil bersembunyi di balik tubuh induknya.
"Anakku. Itu cuma angin," ucap sang induk tak terpengaruh keadaan. "Itu juga pertanda kalau yang kita tunggu pasti datang!" tambahnya begitu menenangkan. Dan anak katak itu pun mulai tenang. Ia mulai menikmati tiupan angin kencang yang tampak menakutkan.
"Blarrr!!!" suara petir menyambar-nyambar. Kilatan cahaya putih pun kian menjadikan suasana begitu menakutkan. Kali ini, si anak katak tak lagi bisa bilang apa-apa. Ia bukan saja merangkul dan sembunyi di balik tubuh induknya. Tapi juga gemetar. "Buuu, aku sangat takut. Takut sekali!" ucapnya sambil terus memejamkan mata.
"Sabar, anakku!" ucapnya sambil terus membelai. "Itu cuma petir. Itu tanda ketiga kalau yang kita tunggu tak lama lagi datang! Keluarlah. Pandangi tanda-tanda yang tampak menakutkan itu. Bersyukurlah, karena hujan tak lama lagi datang," ungkap sang induk katak begitu tenang.
Anak katak itu mulai keluar dari balik tubuh induknya. Ia mencoba mendongak, memandangi langit yang hitam, angin yang meliuk-liukkan dahan, dan sambaran petir yang begitu menyilaukan. Tiba-tiba, ia berteriak kencang, "Ibu, hujan datang. Hujan datang! Horeeee!"
Anugerah hidup kadang tampil melalui rute yang tidak diinginkan. Ia tidak datang diiringi dengan tiupan seruling merdu. Tidak diantar oleh dayang-dayang nan rupawan. Tidak disegarkan dengan wewangian harum.
Saat itulah, tidak sedikit manusia yang akhirnya dipermainkan keadaan. Persis seperti anak katak yang takut cuma karena langit hitam, angin yang bertiup kencang, dan kilatan petir yang menyilaukan. Padahal, itulah sebenarnya tanda-tanda hujan.
Label:
bisnis motivasi
PERBEDAAN BISNIS ORANG PINTAR DAN ORANG BODOH
BERIKUT PERBEDAAN BISNIS ORANG PINTAR DAN ORANG BODOH
disadur dari tulisan mbah momo, diinput by whn
1. Terlalu Banyak Ide - Orang pintar biasanya banyak ide, bahkan mungkin telalu banyak ide, sehingga tidak satupun yang menjadi kenyataan. Sedangkan orang bodoh mungkin hanya punya satu ide dan satu itulah yang menjadi pilihan usahanya.
2. Miskin Keberanian untuk memulai - Orang bodoh biasanya lebih berani dibanding orang pintar, kenapa ? Karena orang bodoh sering tidak berpikir panjang atau banyak pertimbangan. Dia nothing to lose. Sebaliknya, orang pintar telalu banyak pertimbangan.
3. Telalu Pandai Menganalisis - Sebagian besar orang pintar sangat pintar menganalisis. Setiap satu ide bisnis, dianalisis dengan sangat lengkap, mulai dari modal, untung rugi sampai break event point. Orang bodoh tidak pandai menganalisis, sehingga lebih cepat memulai usaha.
4. Ingin Cepat Sukses - Orang pintar merasa mampu melakukan berbagai hal dengan kepintarannya termasuk mendapatkahn hasil dengan cepat. Sebaliknya, orang bodoh merasa dia harus melalui jalan panjang dan berliku sebelum mendapatkan hasil.
5. Tidak Berani Mimpi Besar - Orang pintar berlogika sehingga bermimpi sesuatu yang secara logika bisa di capai. Orang bodoh tidak perduli dengan logika, yang penting dia bermimpi sesuatu, sangat besar, bahkan sesuatu yang tidak mungkin dicapai menurut orang lain.
6. Bisnis Butuh Pendidikan Tinggi - Orang pintar menganggap, untuk berbisnis perlu tingkat pendidikan tertentu. Orang bodoh berpikir, dia pun bisa berbisnis.
7. Berpikir Negatif Sebelum Memulai - Orang pintar yang hebat dalam analisis, sangat mungkin berpikir negatif tentang sebuah bisnis, karena informasi yang berhasil dikumpulkannya sangat banyak. Sedangkan orang bodoh tidak sempat berpikir negatif karena harus segera berbisnis.
8. Maunya Dikerjakan Sendiri - Orang pintar berpikir aku pasti bisa mengerjakan semuanya, sedangkan orang bodoh menganggap dirinya punya banyak keterbatasan, sehingga harus dibantu orang lain.
9. Miskin Pengetahuan Pemasaran dan Penjualan - Orang pintar menganggap sudah mengetahui banyak hal, tapi seringkali melupakan penjualan. Orang bodoh berpikir simple, yang penting produknya terjual.
10. Tidak Fokus - Orang pintar sering menganggap remeh kata Fokus. Buat dia, melakukan banyak hal yang lebih mengasyikkan. Sementara orang bodoh tidak punya kegiatan lain kecuali fokus pada bisnisnya.
11. Tidak Peduli Konsumen - Orang pintar sering terlalu pede dengan kehebatannya. Dia merasa semuanya sudah Oke berkat kepintarannya sehingga mengabaikan suara konsumen. Orang bodoh ?. Dia tahu konsumen seringkali lebih pintar darinya.
12. Abaikan Kualitas -Orang bodoh kadang-kadang saja mengabaikan kualitas karena memang tidak tahu, maka tinggal diberi tahu bahwa mengabaikan kualitas keliru. Sedangkan orang pintar sering mengabaikan kualitas, karena sok tahu.
13. Tidak Tuntas - Orang pintar dengan mudah beralih dari satu bisnis ke bisnis yang lain karena punya banyak kemampuan dan peluang. Orang bodoh mau tidak mau harus menuntaskan satu bisnisnya saja.
14. Tidak Tahu Pioritas - Orang pintar sering sok tahu dengan mengerjakan dan memutuskan banyak hal dalam waktu sekaligus, sehingga prioritas terabaikan. Orang bodoh ? Yang paling mengancam bisnisnyalah yang akan dijadikan pioritas
15. Kurang Kerja Keras dan Kerja Cerdas - Banyak orang bodoh yang hanya mengandalkan semangat dan kerja keras plus sedikit kerja cerdas, menjadikannya sukses dalam berbisnis. Dilain sisi kebanyakan orang pintar malas untuk bekerja keras dan sok cerdas,
16. Menacampuradukan Keuangan - Seorang pintar sekalipun tetap berperilaku bodoh dengan dengan mencampuradukan keuangan pribadi dan perusahaan.
17. Mudah Menyerah - Orang pintar merasa gengsi ketika gagal di satu bidang sehingga langsung beralih ke bidang lain, ketika menghadapi hambatan. Orang bodoh seringkali tidak punya pilihan kecuali mengalahkan hambatan tersebut.
18. Melupakan Tuhan - Kebanyakan orang merasa sukses itu adalah hasil jarih payah diri sendiri, tanpa campur tangan TUHAN. Mengingat TUHAN adalah sebagai ibadah vertikal dan menolong sesama sebagai ibadah horizontal.
19. Melupakan Keluarga - Jadikanlah keluarga sebagai motivator dan supporter pada saat baru memulai menjalankan bisnis maupun ketika bisnis semakin meguras waktu dan tenaga
20. Berperilaku Buruk - Setelah menjadi pengusaha sukses, maka seseorang akan menganggap dirinya sebagai seorang yang mandiri. Dia tidak lagi membutuhkan orang lain, karena sudah mampu berdiri diatas kakinya sendiri.Sumber ; Bob Sadino Sent from my domBaBerry2®Powered by Sikenyal Kuat ((:)) MELESAT...tanduk Domba Garut
disadur dari tulisan mbah momo, diinput by whn
1. Terlalu Banyak Ide - Orang pintar biasanya banyak ide, bahkan mungkin telalu banyak ide, sehingga tidak satupun yang menjadi kenyataan. Sedangkan orang bodoh mungkin hanya punya satu ide dan satu itulah yang menjadi pilihan usahanya.
2. Miskin Keberanian untuk memulai - Orang bodoh biasanya lebih berani dibanding orang pintar, kenapa ? Karena orang bodoh sering tidak berpikir panjang atau banyak pertimbangan. Dia nothing to lose. Sebaliknya, orang pintar telalu banyak pertimbangan.
3. Telalu Pandai Menganalisis - Sebagian besar orang pintar sangat pintar menganalisis. Setiap satu ide bisnis, dianalisis dengan sangat lengkap, mulai dari modal, untung rugi sampai break event point. Orang bodoh tidak pandai menganalisis, sehingga lebih cepat memulai usaha.
4. Ingin Cepat Sukses - Orang pintar merasa mampu melakukan berbagai hal dengan kepintarannya termasuk mendapatkahn hasil dengan cepat. Sebaliknya, orang bodoh merasa dia harus melalui jalan panjang dan berliku sebelum mendapatkan hasil.
5. Tidak Berani Mimpi Besar - Orang pintar berlogika sehingga bermimpi sesuatu yang secara logika bisa di capai. Orang bodoh tidak perduli dengan logika, yang penting dia bermimpi sesuatu, sangat besar, bahkan sesuatu yang tidak mungkin dicapai menurut orang lain.
6. Bisnis Butuh Pendidikan Tinggi - Orang pintar menganggap, untuk berbisnis perlu tingkat pendidikan tertentu. Orang bodoh berpikir, dia pun bisa berbisnis.
7. Berpikir Negatif Sebelum Memulai - Orang pintar yang hebat dalam analisis, sangat mungkin berpikir negatif tentang sebuah bisnis, karena informasi yang berhasil dikumpulkannya sangat banyak. Sedangkan orang bodoh tidak sempat berpikir negatif karena harus segera berbisnis.
8. Maunya Dikerjakan Sendiri - Orang pintar berpikir aku pasti bisa mengerjakan semuanya, sedangkan orang bodoh menganggap dirinya punya banyak keterbatasan, sehingga harus dibantu orang lain.
9. Miskin Pengetahuan Pemasaran dan Penjualan - Orang pintar menganggap sudah mengetahui banyak hal, tapi seringkali melupakan penjualan. Orang bodoh berpikir simple, yang penting produknya terjual.
10. Tidak Fokus - Orang pintar sering menganggap remeh kata Fokus. Buat dia, melakukan banyak hal yang lebih mengasyikkan. Sementara orang bodoh tidak punya kegiatan lain kecuali fokus pada bisnisnya.
11. Tidak Peduli Konsumen - Orang pintar sering terlalu pede dengan kehebatannya. Dia merasa semuanya sudah Oke berkat kepintarannya sehingga mengabaikan suara konsumen. Orang bodoh ?. Dia tahu konsumen seringkali lebih pintar darinya.
12. Abaikan Kualitas -Orang bodoh kadang-kadang saja mengabaikan kualitas karena memang tidak tahu, maka tinggal diberi tahu bahwa mengabaikan kualitas keliru. Sedangkan orang pintar sering mengabaikan kualitas, karena sok tahu.
13. Tidak Tuntas - Orang pintar dengan mudah beralih dari satu bisnis ke bisnis yang lain karena punya banyak kemampuan dan peluang. Orang bodoh mau tidak mau harus menuntaskan satu bisnisnya saja.
14. Tidak Tahu Pioritas - Orang pintar sering sok tahu dengan mengerjakan dan memutuskan banyak hal dalam waktu sekaligus, sehingga prioritas terabaikan. Orang bodoh ? Yang paling mengancam bisnisnyalah yang akan dijadikan pioritas
15. Kurang Kerja Keras dan Kerja Cerdas - Banyak orang bodoh yang hanya mengandalkan semangat dan kerja keras plus sedikit kerja cerdas, menjadikannya sukses dalam berbisnis. Dilain sisi kebanyakan orang pintar malas untuk bekerja keras dan sok cerdas,
16. Menacampuradukan Keuangan - Seorang pintar sekalipun tetap berperilaku bodoh dengan dengan mencampuradukan keuangan pribadi dan perusahaan.
17. Mudah Menyerah - Orang pintar merasa gengsi ketika gagal di satu bidang sehingga langsung beralih ke bidang lain, ketika menghadapi hambatan. Orang bodoh seringkali tidak punya pilihan kecuali mengalahkan hambatan tersebut.
18. Melupakan Tuhan - Kebanyakan orang merasa sukses itu adalah hasil jarih payah diri sendiri, tanpa campur tangan TUHAN. Mengingat TUHAN adalah sebagai ibadah vertikal dan menolong sesama sebagai ibadah horizontal.
19. Melupakan Keluarga - Jadikanlah keluarga sebagai motivator dan supporter pada saat baru memulai menjalankan bisnis maupun ketika bisnis semakin meguras waktu dan tenaga
20. Berperilaku Buruk - Setelah menjadi pengusaha sukses, maka seseorang akan menganggap dirinya sebagai seorang yang mandiri. Dia tidak lagi membutuhkan orang lain, karena sudah mampu berdiri diatas kakinya sendiri.Sumber ; Bob Sadino Sent from my domBaBerry2®Powered by Sikenyal Kuat ((:)) MELESAT...tanduk Domba Garut
Label:
bisnis motivasi
Langganan:
Postingan (Atom)